Sunday, June 28, 2009

The real unreality


We are in the middle of nowhere, standing on the horizon of reality and virtuality

And maybe, the real world is not for us

Unreality gives us so many things to share
And we just render when the reality comes over

We try to reach the real world so badly, so excitingly
Although it always sends us back to the place where we start the story

Not your fault, not my fault

I try, you try
I fail, you fail

We are tied so tight by the unreal world
We are not able to run away, perhaps

We, and everything between us, I wonder, is it really real?

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Wednesday, June 24, 2009

Miss



I miss Bali!

Have gone there twice and still wait for the third, fourth, and fifth times.

Love the beaches, love the sea foods, love the temples, love the sun, love the excitement, love the passion, love the salty-smelled air, and of course, LOVE THE CLEAR NIGHT SKY!

I miss bathing, I miss sunbathing, I miss parasailing, and of course, I miss STARGAZING there: see the constellation twinkling, listen to the sound of the running water, travel through space and time into my own, really really my own, fabulous world.



Whatever the reason, I just miss Bali!

Happy Balidreaming!

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Monday, June 22, 2009

Derita


Kata orang-orang bijak, pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi. Iya, benar, pria memang diciptakan untuk melengkapi, MELENGKAPI PENDERITAAN WANITA!

Sebagai wanita, atau well, calon wanita, saya merasa sangat kesal dengan keadaan ini. Bahkan di usia yang relatif muda seperti saya, sudah banyak wanita yang diinjak-injak, dilecehkan, dikhianati, dibohongi, dan di-segalamacam-i oleh laki-laki.

Saya tidak mau munafik. Saya akui, tidak sedikit skenario terbalik terjadi di dunia ini: wanita yang selingkuh, wanita yang berbohong, wanita yang menginjak-injak. Namun, kasus wanita yang berada di bawah lebih umum terjadi dan tak ada yang bisa wanita lakukan selain meratap-ratap dan menangis.

Beberapa putaran matahari ke belakang, ketika saya sedang sibuk menekan-nekan tombolremote TV, mata saya terpaku kepada sebuah reality show yang sedang membahas masalah egoisme pria dan wanita. Beberapa orang pria dan beberapa orang wanita didatangkan dan mereka saling berdebat, mempertahankan apa yang selama ini mereka pegang sebagai asas dalam hidup mereka.
  • Pria lebih menggunakan otak, wanita lebih menggunakan hati.
  • Pria tidak mampu melaksanakan banyak pekerjaan dalam satu waktu, wanita mempunyai kemampuan multitasking.
  • Pria lebih suka to the point, wanita lebih banyak bicara berputar-putar dan abstrak.

Pria dan wanita berbeda. Iya, memang, sangat berbeda. Dan satu lagi perbedaan pria dan wanita: pria dilahirkan dengan bakat menggombal yang alami.Iya, alami, dan kebanyakan kata-kata gombal itu akan memudar seiring berjalannya waktu.

Ketika si cowok berusaha mendekati seorang cewek, maka sejuta kata-kata pujian rayuan nan gombal akan keluar dari mulut si cowok, membuat cewek itu melayang-layang sampai kepalanya nyaris menabrak plafon. Pujian-pujian yang gencar akan dilemparkan layaknya umpan yang diulur oleh pemancing untuk mendapatkan ikan di lautan. Lalu, setelah si cewek memakan umpan yang disediakan oleh si cowok dan masuk ke dalam jeratnya, intensitas pujian-pujian itu akan berkurang dan lama-lama habis. Ibaratnya ikan, cewek akan dibiarkan menggelepar di dek kapal mencari-cari gelembung air yang menyediakan oksigen bagi insangnya. Setelah si cewek cukup tersiksa tanpa oksigen, pemancing akan melepaskan kail dari mulut si ikan, merobek jaringan-jaringannya, membuatnya berdarah-darah dan cacat dan melemparkannya kembali ke laut bebas. Takperduli lagi akan apa pun.

Kemudian, apa yang akan terjadi?
Paling-paling akan terdengar sebuah backsound.
Kapan lagi kau puji diriku, seperti saat engkau mengejarku
Kapan lagi kau bilang I love you, I love you, yang seperti dulu
Tidak mau bohong, walaupun tahu bahwa sekian puluh persen pujian-pujian yang sampai di telinganya adalah kepalsuan, wanita tetap suka digombali. Memang, hati wanita sangat dominan dan itu somehow merugikan.

Saya tidak lebai, saya sudah melihat beberapa kejadian dengan mata kepala saya sendiri, dan saya nyaris meng-overgeneralisasi-kan semua cowok sebagai makhluk yang demikian kejamnya: tak punya hati, hanya suka mempermainkan wanita, tak memikirkan perasaan orang lain, suka berbohong, berpikir bahwa mereka yang paling hebat, sok ngatur.

Buaya #1
Ketika mengejar-ngejar, baiknya bukan main. Sudah pacaran pun, tetap baik setengah mati. Sok-sokan membicarakan masa depan walaupun mereka punya banyak perbedaan yang sebenarnya sulit untuk disatukan. Membuat si cewek berhutang budi banyak sekali. Lalu bosan, memutuskan hubungan tanpa alasan, mengejar-ngejar cewek lain secara brutal. Kembali menghubungi si cewek jika mau minta bantuan. Mau memanfaatkan, sialan.

Buaya #2
Ketika pacaran, cemburuan, sok ngatur. Si cewek hampir dikurung di kandang ayam. Bertengkar sama si cewek hampir setiap hari. Si cewek minta putus, malah meratap-ratap, akhirnya baikan, lalu bertengkar lagi. Akhirnya tetap saja putus karena alasan yang sepertinya dibuat-buat. Kekeuh mau minta balikan, tapi malah mengejar cewek lain yang notabene adalah sahabat si cewek. Maruk, ingin dua-duanya.

Buaya #3
Ketika pacaran baiknya minta ampun. Si cewek jauh sedikit, desperate bukan main. Putus karena nggak rela si cewek kuliah di luar. Nggak mau ngalah, akhirnya si cewek menderita. Hubungan menggantung-gantung. Tetap bilang bahwa cinta, nggak bisa melupakan, tapi keburu dapet cewek duluan. Bohong, lidah tak bertulang.

Buaya #4
Belum pacaran pun gombalnya sudah setengah mampus. Setiap hari ngebaik-baikin si cewek, memberikan ini itu, dari yang abstrak sampai yang riil. Sampai pernah bilang nggak akan pernah meninggalkan si cewek. Si cewek udah cinta, malah pergi. Pergi jauh, sejauh-jauhnya, tanpa bilang apa-apa. Lalu kembali, seolah nggak pernah ada apa-apa di antara mereka. Tinggallah si cewek luka sendiri. Munafik, raja acting.

Saya tahu masih banyak buaya-buaya yang lain di luar sana, yang lebih parah dari empat buaya ini. Namun, empat inilah yang menampakkan diri di hadapan saya, membuat saya melihat sosok kebuayaan mereka dengan mata kepala saya sendiri sehingga sempat membuat saya berpikir untuk hidup tanpa laki-laki karena laki-laki hanya akan melengkapi penderitaan saya, sangat tidak sebanding dengan pujian-pujian dan kejutan-kejutan kecil yang mereka berikan.

Iya, saya sadar, mungkin cowok-cowok yang membaca tulisan saya yang satu ini akan berada pada sisi kontra yang sekontra-kontranya. Namun, inilah keadaan yang saya saksikan dan saya rasakan. Untuk para cowok, bisakah lembar ini kalian jadikan ajang untuk bercermin, melihat dari sisi yang lain? Please, jangan hujat saya karena tulisan ini.

U're the best I've ever had
~FeN~

Read Comments

Monday, June 15, 2009

Palsu


Kamu pagar makan tanaman!
Pagar nggak boleh makan tanaman!
Yang makan tanaman itu, kambing, tauk???!!!!!


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Sunday, June 14, 2009

Bukan Mentari


Tirai senja perlahan turun, merah berganti biru kelam, bola api raksasa berganti kerlip titik-titik mungil di ujung galaksi. Mentari kembali ke peristirahatannya, tertidur karena kelelahan. Dan aku di sini, tak mampu jatuh dalam lelapku. Aku bukan mentari.

Aku bukan mentari, tak sanggup aku menjanjikanmu siang penuh cahaya dan malam gelap gulita. Aku bukan mentari, tak mampu aku meradiasi kehangatan untukmu. Aku bukan mentari, tak bisa aku jadi mentari.

Aku hanyalah manusia biasa yang tak mampu ini dan itu. Aku bukan mentari, sungguh bukan mentari.

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Saturday, June 06, 2009

060606 sampai 060609


Tiga keliling bumi terhadap matahari, tiga kali tiga ratus enam puluh lima rotasi bumi pada porosnya, tiga kali tiga ratus enam puluh lima kali dua puluh empat jam pergerakan jarum panjang dan pendek, tiga kali tiga ratus enam puluh lima kali dua puluh empat kali enam puluh detik jarum lincah yang tik-tak-tik-tak sibuk berlari di antara jarum panjang dan pendek.

 

Tiga tahun telah kita lewati bersama-sama dengan cara kita sendiri dan kita akan melalui tahun keempat, lima, enam, tujuh, dan seterusnya tetap dengan cara kita sendiri. Kita berbeda.

 

Tak perlu kita saling memuji untuk menghantarkan senyum. Tak usah kita bermanis muka untuk saling membawa kebahagiaan. Tak butuh terlalu banyak pertemuan untuk membuat kita merasakan kenyataan bahwa kita ditakdirka untuk bersama. We are destined to be together forever and ever.

 

Tiga tahun telah berlalu sejak kita sadar bahwa kita adalah satu, tapi seperti yang pernah kukatakan, hati kita telah terikat jauh sebelum 6 Juni 2006.

 

Tiga tahun telah berlalu dan kita sedang menyongsong tahun keempat, lima, enam, tujuh, dan seterusnya hingga mentari senja menjemput kita satu per satu.

 

Tawa berderai-derai, lelucon datang silih berganti, senyum tersungging, air mata bercucuran, tantrum meledak-ledak, dan kekesalan berdebam-debam. Segala macam emosi sudah pernah kita rasakan selama tiga tahun sejak 6 Juni 2006, dan ikatan di antara kita semakin kuat karenanya.

 

Cinta kita bukanlah cinta biasa. Pertemuan yang hanya bisa dihitung dengan jari selama dua tahun belakangan ini tidak dapat meruntuhkan apa yang kita bangun di atas pondasi cinta dan takdir kita.

 

Persahabatan yang cerdas, persahabatan yang tak terpisah oleh ruang dan waktu, persahabatan yang berempati, persahabatan yang tak menuntut, persahabatan yang tak terganti: persahabatan kita.

 

Ingatkah kalian saat aku menganalogikan kita masing-masing sebagai sembilan buah garis paralel? Mungkin kita tak akan bertemu secara physically, tapi jalan pikir kita sama. Kita akan selalu berjalanan beriringan. Kita paralel.

 

Kembali ke beberapa tahun yang lalu, kita adalah garis-garis paralel yang saling bertemu, bersinggungan, bertumbukan satu sama lain, lalu kita bertranslasi, menjadi sembilan garis paralel yang tersebar di sebuah bola yang disebut bumi dengan garis-garis virtual menghubungkan kita satu per satu. Tak menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti kita akan bertranslasi lagi dan kembali bersinggungan di sebuah titik di atas lempeng benua-benua yang mengambang di samudera luas.

 

Tak banyak yang bisa kita ubah. Dia, yang di atas sana, sudah mengatur tempat-tempat untuk masing-masing dari kita, dan aku yakin, Dia tahu yang terbaik.

 

Lembar ini didedikasikan khusus untuk Nu_Gen

Dya, Palembang, yang sedang sibuk untuk urusan lombanya, semoga sukses!

Renni, Palembang, yang sedang merencanakan sebuah bisnis, kami mendukungmu!

Lent, Palembang, yang sedang sibuk setengah mati dengan Tiens dan berjuang untuk beasiswanya, all the best!

Lenn, Bandung, yang sedang menantikan 30 Juli sambil melaksanakan SP-nya, kutunggu kepulanganmu!

Lisa, Yogyakarta, yang sedang dalam masa liburan dengan kegiatan organisasi ini dan itu, you are sooooo amazing, Sis!

Ryn, Yogyakarta, yang sedang di muka ujian akhir dan ingin mencari pekerjaan sambilan, semangat!

Savit, Yogyakarta, yang sedang belajar masuk ke dalam dunia bisnis investasi, act wiser, Girl!

Vivien, Swiss, yang sedang sibuk bekerja dan menanti kelahiran keponakan, turut berbahagia!

 

Dari Fen, Singapore, yang sedang sibuk menikmati kebosanan di tengah liburan panjang, idle forever.

 

Happy birthday for all of us!

Miss you soooo much!


 U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Thursday, June 04, 2009

Opini Saya, Hak Saya, Suka-Suka Saya


Prita Mulyasari mulai mengisi beberapa tayangan berita di layar kaca. Oh, tentu saja dia tidak setenar sang tuan putri kerajaan Jiran yang wajahnya muncul hampir 24 jam di semua siaran televisi nasional: Prita bukan public figure, Prita bukan model berusia 17 tahun, Prita bukan seorang putri. Ia hanyalah seorang ibu rumah tangga berusia 32 tahun yang ditahan di lembaga pemasyarakatan khusus wanita di Tangerang selama 20 hari sebelum statusnya diubah menjadi tahanan kota.

Lalu, apa yang sesungguhnya membuat wanita beranak dua ini mendapatkan gelar sebagai tahanan? Apakah ia membunuh, mencuri, menipu, memeras, menganiaya, atau selingkuh? Semuanya salah.
Jawabannya: karena dia CURHAT.

Ya, curhat. Setelah mengirimkan curahan hatinya yang berupa e-mail kepada kurang lebih sepuluh orang temannya, ia dijemput oleh anggota Kejaksaan Agung dan dijeboskan ke dalam ruangan berjeruji besi.

Berikut ini adalah e-mail yang diketikkannya sebagai bentuk protes terhadap kinerja Rumah Sakit Omni International di Tangerang

Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan ? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@ yahoo.com
081513100600


Pihak rumah sakit melaporkan Prita atas tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Saya tidak terlalu mengerti tentang pasal-pasal apa saja yang terkandung di dalam undang-undang ini, yang saya tahu, Prita Mulyasari ditahan karena tulisannya, karena pemikirannya, karena opininya.

Banyak sekali dukungan mengalir buat Prita: berbagai blog menuliskan tentang masalahnya, beberapa group dibuat di Facebook untuk menggalang dukungan moriil untuknya, dan pasti masih banyak dukungan bisu yang mengalir lewat doa-doa dan rasa simpati.

Sebagai seorang blogger, saya terbiasa mengungkapkan apa saja yang saya inginkan di blog saya. Toh, kita punya pasal 28 UUD 1945 yang menegaskan kebebasan warga negara Indonesia untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pikiran serta pendapat, begitu pikir saya. Namun, sekarang, sedikit banyak saya merasa was-was, siapa tahu ada yang menganggap saya mencemarkan nama baiknya.

Pertanyaan saya, di mana kebebasan kita untuk beropini? Bukankah kebebasan untuk berpendapat itu termasuk salah satu basic human rights?
Menurut saya pribadi, Prita Mulyasari sama sekali tidak bersalah sejauh apa yang dia sampaikan adalah sebuah kebenaran. Apa salahnya berbagi? Dan jika e-mailnya, tanpa disengajanya, keluar dari lingkaran pertemanan virtual antara ia dan teman-temannya, apakah ia yang harus dipersalahkan? Bagaimana pun, arus informasi via alat komunikasi elektronik mengalir sangat cepat dan sangat sulit untuk dibendung.

Ada kasus lain lagi yang kurang lebih serupa. Seorang pria, saya tak tahu usianya berapa, juga ditahan karena mengirimkan surat pembaca ke beberapa surat kabar berbasis nasional untuk mengungkapkan kekecewaannya atas properti (kalau tidak salah bangunan) yang ia beli dari sebuah perusahaan konstruksi. Dan hasilnya, yeah, ia baru saja menjalani sidang pertamanya kemarin dengan status sebagai tersangka.

Lihatlah, bagaimana kebebasan masyarakat untuk secara bebas berpendapat dikekang. Surat pembaca adalah wadah untuk menyampaikan keluh kesah para pembaca, lalu mengapa ia harus dituntut hanya karena mendapatkan haknya?

Katanya Indonesia ini negara demokrasi, tetapi yang saya lihat, demokrasi ini hanya berlaku bagi sebagian kelompok yang berkuasa, berduit, ber- ini, dan ber- itu. Apa yang didapatkan sisanya? Feses saja, mungkin.

Bagaimana budaya membaca dan menulis bisa berkembang sempurna di negara kita tercinta ini jika belum apa-apa saja kita sendiri telah menghalang-halangi perkembangannya? Ibaratnya manusia, ia baru saja belajar berdiri, belum bisa terlalu lama menjaga keseimbangan. Namun, bukannya menjadi penyangga bagi kaki-kaki mungil itu, pemerintah malah menariknya terus menerus sehingga ia kembali terduduk dan menangis meraung-raung.

Guys, para blogger sekalian, ayo kita terus menulis. Jangan mau ditarik-tarik dalam usaha kita untuk belajar berdiri, berjalan, berlari, dan terbang. We will show them our power!

Happy beropini!


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Wednesday, June 03, 2009

Dream Dream



Dream is one thing we need to keep on living. Without dream, the life is just like an empty pot. When you fill the pot with veggies, meats, oats, or anything, you are holding your dream.

I am sure each of us has our own dreams. Some may dream of something simple and the rest may have a very high and complicated dream. Perhaps some need a big effort and some just need to wait for the dream to come true.

So, what on earth do actually lead me to write about dream?
Yesterday, I just watched Spongebob Squarepants: The Lost Episode, and the story was about Spongebob who had a dream of flying with Jellyfish. No one believed in his dream, they teased him, but at the end, he could show the world that he could fly with the jellyfish.

I tried to find the video of this episode in Youtube, but all I could found didn't satisfy me. So sorry, I could not provide you the video.

If you want to fly, all you need is friendship.
That's what Spongebob said at the end of the episode and I liked it very much. For me, the words were to show us that every dream might come true in a certain way.  And I believe, my dream may also come true.

I have a bunch of dreams since I was a little girl. I dreamt of being pretty, being rich, being famous, being everything. I was so greedy, huh? Lol.

When I was in primary school, I had some dreams. I dreamt of being an astronaut when I learned about Amstrong's golden step on the moon. I dreamt of being a fashion designer since I just loved it. I also had a dream of being an architect, as what I wrote in the year book.

The dreams I had back then were only dreams. I had nothing besides imagination, and it was nearly impossible to work on it. One I remembered the most was my dream to meet the most powerful person In Indonesia, the president. I forget what's the reason behind the crazy dream, but the only thing I know is the fact that deep inside my heart, I still try to find the spark of the old dream. 

I still sooooooo many things to dream. I want to finish my school with a satisfaction, I want to be a good civil engineer, I want to be a writer, I want to be a journalist, I want to continue my school in Europe, I want to move into Vancouver, I want to bring my parents on a tour to Europe, I want to round the world, I want to find my soulmate under the stars, I want to marry a good guy in a stargazing wedding ceremony (in a planetarium maybe =P), I want to have a cozy home, I want to get a happy family, I want some cute children, I want to live happily ever after.

But now, the most important dream, desire, or anything you call it, for me is to make my parents proud of me.
I want to see their wonderful smiles accompanying me throughout my entire life.

Happy dreaming!
Dare to dream!

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Kay-poh Indonesia

Manohara Odelia Pinot masih sangat terkenal dan mungkin akan tetap terkenal untuk beberapa hari ke depan. Jujur, saya lelah sekali menemukan wajahnya, wajah ibunya, wajah Pangeran Kelantan, dan wajah-wajah yang sama setiap kali menyalakan televisi. Saya bosan mendengar sesi tanya jawab yang hampir sama di mana-mana.

 

Sudah 2 hari sejak seorang model, yang saya tak pernah dengar namanya sebelum ibunya berkoar-koar menyatakan bahwa ia diculik seorang pangeran, pulang ke tanah air. Sudah 2 hari ia pulang dari hari-hari traumatis di dalam sebuah kamar tempat ia dikurung dan dianiaya (katanya). Namun, yang saya herankan, mengapa ia tak secepatnya pergi ke rumah sakit dan melaksanakan visum untuk memastikan kondisi kesehatannya dan membuktikan kepada publik bahwa ia tidak sekadar memukul-mukul tong kosong?

 

Dia dan ibunya malah sibuk wara-wiri di semua stasiun televisi; road show, kata seorang teman saya. Lalu, dari kegiatan road show-nya itu, saya, anda, kita semua bisa melihat bahwa ia tampak sangat normal sejak kali pertama menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Tak ada sedikit pun guratan trauma di dalam ekspresinya, tak ada juga lecet-lecet atau lebam-lebam di tubuhnya yang tidak terbalut pakaian.

 

Kenormalan itu malah tampak sangat tidak normal di mata saya. Ketidaknormalan terbalut rapi di dalam sebuah kenormalan, begitulah kira-kira.

 

Marathon wawancara yang lebih penting daripada visum, luka-luka yang sama sekali tak tampak, dan trauma healing yang ekspres. Tidakkah semua itu mencurigakan?

 

Saya pribadi menganggap ada unsur ke’lebai’an di dalam kejadian ini. Sebuah problema rumah tangga yang bisa saja mengancam hubungan diplomatik antara dua negara. Tidakkah semua itu terlalu hiperbolik?

 

Seolah mau melengkapi semua hiperbola ini, semua stasiun televisi Indonesia berlomba-lomba menyampaikan informasi yang sama persis bak pinang dibelah sekian puluh sama rata selama dua hari ini. Apakah mereka sebagai yang menayangkan tidak capek sementara saya yang hanya menonton saja capeknya sudah setengah mati? Apakah tidak ada berita lain yang lebih penting selain Mano ini dan Mano itu?

 

Dua hari telah berselang, tapi mengapa semua acara di semua stasiun televisi masih sibuk menayangkan hal yang sama dan tak ada yang menuntut visum atau pun memastikan kredibilitas pernyataan-pernyataan yang diucapkan oleh satu pihak saja. Sungguh berat sebelah.

 

Pers seolah hanya jadi alat propaganda dan ajang cuci otak semua masyarakat Indonesia!

 

Sebenarnya, menurut saya, masih ada hal yang lebih pantas dijadikan headline, seperti dimulainya kampanya capres dan cawapres Indonesia periode 2009-2014, hilangnya sebuah pesawat di Atlantik, atau kasus kapal perang Malaysia yang seenak udelnya melintasi batas teritorial Indonesia-Malaysia di Ambalat.

 

Sungguh menyedihkan bagaimana masyarakat Indonesia lebih ‘terhibur’ dengan persoalan rumah tangga orang lain dibandingkan ketahanan nasional negaranya sendiri. Dan pers malah bertindak aji mumpung, memanfaatkan ketertarikan publik terhadap sosok public figure dan masalah internalnya untuk mendongkrak rating. Miris, sungguh miris.

 

Saya berpikir, seandainya yang ada dalam posisi Manohara bukanlah seorang model, melainkan hanya seorang perempuan biasa seperti saya, tentu saja tak ada acara ini dan itu yang mengupas persoalan yang saya alami karena publik tidak akan tertarik sama sekali. See, they are just kay-poh!

 

Kasus-kasus pelecehan dan penyiksaan terhadap para tenaga kerja wanita di negeri orang yang menyangkut jauh lebih banyak jiwa daripada kasus seorang Manohara Odelia Pinot pun tidak mendapatkan perhatian segini besar. Kasus sengketa dua pulau antara Indonesia dan Malaysia beberapa tahun yang lalu pun tidak menarik terlalu banyak roh nasionalis keluar dari tubuh-tubuh warga Indonesia, tetap tak banyak yang bicara. Banyaknya budaya asli Indonesia yang diambil oleh Malaysia pun tidak terlalu digubris. Bahkan, kasus Ambalat seolah tenggelam oleh seorang Manohara Odelia Pinot.

 

Omigod, Indonesiaku!

Saya speechless. *tapi sudah berhasil menulis sebanyak ini lol*

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Monday, June 01, 2009

Together we stop the abuse


Hari ini, sama seperti hari-hari yang lain, saya ditemani sebuah kotak ajaib yang bernama televisi. Namun, hari ini sedikit berbeda. Kenapa?

 

MANOHARA ODELIA PINOT ADA DI MANA-MANA!!!

 

Tak perduli tombol apapun yang saya tekan, saya akan melihat wanita cantik ini. Omigod, who on earth watching Indonesian channel doesn’t know her? Dari pagi sampai malam, dari infotainment murahan sampai siaran berita nasional pun menampilkan gadis berusia 17 tahun ini.

 

Menurut kabar yang beredar, ia disunting Pangeran Kerajaan Kelantan pada Agustus 2008. Sejak saat itu, dia mengalami berbagai perlakuan tak mengenakkan; she was totally abused, verbally, physically, mentally, and sexually. Dia dimaki-maki, disilet-silet, dikurung, dan diperlakukan seperti boneka. She had no right to do anything back then.

 

Namun, setelah peristiwa pembebasan yang dramatis, sampai-sampai melibatkan tim kepolisian Singapura dan agen FBI dari Amerika, Manohara dapat kembali ke tanah air dengan selamat pada Minggu pagi.

 

Hari ini Senin pagi, sehari berselang sejak kepulangannya, wajahnya ada di mana-mana. Wawancara yang kira-kira menanyakan hal yang sama. Jawaban-jawaban yang persis sama, bahkan sampai ke titik-komanya. Jujur, saya bosan melihat dan mendengar semua ini. Siapa yang salah dan siapa yang benar masih belum terungkap. Selama seharian ini, public hanya disuguhkan sebuah klarifikasi yang datang dari mulut si model cantik Manohara Pinot dan ibunya. Belum ada bukti: foto, video, hasil visum, ataupun luka-luka yang ditunjukkan.

 

Hal apapun yang ada di balik semua ini, saya hanya mengharapkan agar kebenaran segera terungkap dan mereka yang terlibat dapat menuai apa yang mereka tanam, baik atau buruk.

 

Okay, enough. Saya tak mau bilang apa-apa soal kasus ini karena saya sendiri pun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Memang, saya punya persepsi, tapi saya tak mau berkoar-koar di atas persepsi saya yang belum tentu benar. Lebih baik saya menjadi supporter yang setia untuk mendukung penegakan sebuah keadilan.

 

Seharian mendengar kata abuse, saya jadi teringat percakapan singkat saya dengan seorang teman mengenai wanita-wanita yang dilecehkan secara seksual. Saya juga teringat sebuah buku yang saya baca, berjudul Princess, yang menceritakan tentang perlakuan yang diterima wanita-wanita di Arab Saudi sejak kecil.

 

Sexual harassment seringkali diasosiasikan dengan segala hal yang kita sebut pemerkosaan. Namun, menurut saya, sebenarnya, dalam kehidupan sehari-hari wanita Indonesia, mereka telah terlalu sering mengalami sexual harassment tanpa perlu diperkosa.

 

Am I wrong?

 

Sebuah contoh yang sangat nyata bisa saya sebutkan dan hal ini bisa kita lihat hampir setiap hari di tanah air kita tercinta. Seorang wanita yang lagi berjalan sendirian seringkali dibuat sangat tak nyaman oleh para laki-laki, entah itu dengan siulan-siulan mesum ataupun panggilan-panggilan yang menjijikkan. Apakah hal itu bukan merupakan pelecehan seksual? Bahkan, para laki-laki yang dengan tidak sopannya menjelajahi tubuh wanita dari ujung rambut hingga ujung kaki pun merupakan sebuah pelecehan seksual. Jadi, hampir  semua wanita Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual, kan?

 

Pelecehan seksual yang lain adalah perbedaan perlakuan antara pria dan wanita, entah itu dalam dunia kerja, organisasi, maupun keluarga. Wanita dianggap kelas dua, wanita dianggap lebih bodoh, wanita dianggap tak bisa melakukan apa yang dilakukan pria, wanita dianggap tak ubahnya properti. Pelecehan itu terjadi hanya karena mereka terlahir sebagai wanita. See? Their sex leads them to be abused and it’s called sexual abuse.

 

Sebagai wanita, saya tidak terima sexual harassment dalam bentuk apapun. Mau cuma dikata-katain kek, mau dilihatin dengan pandangan tak senonoh, mau dianggap bodoh, mau ini, mau itu, saya tetap tak terima. Wanita dan pria sama-sama manusia, kan? Walaupun berbeda, mereka harusnya saling melengkapi, bukan saling merajai. Perbedaan itulah yang membuat semuanya jadi lengkap, penuh, utuh, complete.

 

Walaupun saya bukanlah seorang penganut Kristiani, saya menuntut ilmu di sekolah katolik sejak SD dan saya ingat sekali suatu kali guru pendidikan religiositas saya pernah berkata, “Pria dan wanita sederajat, makanya Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk pria, bukannya dari tulang kaki untuk diinjak maupun dari tulang kepala untuk merajai.”

 

Lalu, mengapa wanita masih dilecehkan? Ini hanya masalah mind set.            

So, Guys, please, ubah mind set kalian tentang mahluk ciptaan Tuhan yang disebut wanita. Mungkin saja mereka tak sekuat kalian, tapi mereka bukanlah benda mati yang bisa dipermainkan.

And, Girls, let’s show the world that we can stand side by side with men! Power!!!

 

Happy emancipation^^

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Dan dia memanggil-manggil

Setengah purnama telah aku lewati bersamanya dan ia tetap tak mengenalku. Terkadang ia bilang aku si A, terkadang ia bilang aku keponakan si B, terkadang ia tak mau menggubrisku. Jika aku membawakannya sesuatu untuk ia makan, terkadang ia bilang terimakasih dengan suara paraunya, terkadang ia tak bilang apa-apa, terkadang ia memintah lebih.

 

Ingatanku membawaku pada memori lebih dari setahun yang lalu, saat ia masih mampu berkomunikasi dengan cukup baik di sela-sela kepikunannya. Saat itu aku datang padanya, mengunjungi dirinya yang sedang terbaring di atas ranjang aus di kamar gelapnya, dan kami mulai bertukar cerita. Dan dengan berurai air mata, ia bilang padaku, seandainya saja ia bisa terbang ke Singapura untuk mengurusi aku dan kakak sepupuku. Hatiku mencelos, dia merasa terkurung di sana, ia ingin bebas, tapi ia tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk keluar dari sangkarnya yang bukan sangkar emas.

 

Waktu berlari terlalu cepat, meninggalkannya yang berjalan tertatih-tatih hingga pada suatu titik ia memutuskan untuk berjalan balik. Ia kembali menjadi bayi, terperangkap dalam dunia yang dirajutnya sendiri, terbelit di dalam benang-benang rajutan yang semakin lama semakin kusut.

 

Hari ini ia terus-terusan menepuk-nepuk punggung tangan mamaku, seperti hendak menyampaikan sesuatu yang tak tersampaikan. Suaranya tercekat, hanya tangannya yang tak bertenaga yang memanggil-manggil.


Mungkinkah ada sesuatu yang mengganjalnya?


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments