Wednesday, May 27, 2009

Sweep the ink with the heart, Inkheart

Liburan saya dipenuhi kegiatan berleha-leha. Setiap hari kerja saya hanya menghabiskan waktu dan hari ini saya menonton sebuah film yang diadaptasi dari sebuah novel karangan Cornelia Funke dengan judul serupa, Inkheart.

Film ini bercerita tentang seorang pria yang gifted, dianugerahi kekuatan untuk membawa apa pun yang dibacanya ke dunia nyata. Mereka menyebutnya Silvertounge. Everything he reads out loud will come to reality, but everything comes out of the book must be paid with something goes into the paper.

Istrinya tersedot ke dalam buku saat ia membacakan sebuah buku, Inkheart, untuk anaknya dan mengeluarkan puluhan raksasa dan penjahat. Sejak saat itu, tak lagi ia berani mengeluarkan suaranya untuk membaca buku apapun.

Sembilan tahun berlalu sejak saat itu dan sampailah mereka pada titik di mana film ini mulai berjalan. Sang pria menemukan kembali Inkheart, dan petualangannya pun dimulai.

Jangan paksa saya untuk menceritakan ulang isi film ini. I will not spoil you all. Just watch and you will find it very interesting. Hmm, I must say, this movie is recommended!^^

Hobi saya membaca dan saya ingin jadi penulis. Beberapa hari ini saya sedang getol-getolnya menulis, walaupun apa yang saya tulis kebanyakan terpotong di tengah jalan: writer's block, begitu istiah kerennya. Belakangan ini saya banyak memikirkan hobi saya menulis dan membaca, dan kebetulan film yang saya tonton hari ini bercerita tentang buku, membaca dan menulis.

Dalam sebuah scene di mana si anak perempuan yang juga memiliki kemampuan serupa ayahnya dipaksa mengeluarkan Shadow, monster raksasa yang mengerikan, saya terpana dengan sepotong dialognya

Ayah: Keep reading! Keep reading!
Anak: But there's nothing left to read!
Ayah: Then write! (melemparkan sebuah pena)
Lalu si anak menulis dan membaca apa yang telah ia tulis, membuat sebuah akhir yang indah untuk mereka semua.

Keren, kan? Jika tak ada yang bisa dibaca, menulislah! Buatlah akhir yang indah sesuai dengan yang kau ingini. Kita semua punya hak untuk ending apapun yang kita suka. Saya suka open ending, supaya saya bisa menulis sambil membaca. Sekali mendayung dua tiga pulau terlewati, begitu kata mereka.

Saya mulai membaca sejak TK dan saya mulai menulis sejak kelas 4 SD. Hobi ini bagaikan bola salju yang terus saya gulingkan di atas salju, memeliharanya hingga menjadi semakin besar, besar, dan besar. Hingga sampai pada suatu titik, saya memutuskan ingin masuk jurusan komunikasi dan jurnalisme. Saya mau membaca, saya mau menulis.

Hanya saja, takdir berkata lain. Saya tak ditakdirkan untuk menjalani major di bidang ini. Biarkan saja, yang penting saya tetap menulis. I can still be a writer, right? At least, a blog writer. Hahaha.

Kata-kata favorit saya di film ini:
Being a writer is a bit lonely. Sometimes the world you create on a page seems more friendly and alive than the world you actually live in.

Happy writing!
Let's create a beautiful world!
^^

U're the best I've ever had
~FeN~

0 thoughts: