Sunday, May 10, 2009

Terimakasih, Mama

Today is a special day!
Mother's day!

Errr, bukankah hari ibu itu jatuh pada tanggal 22 Desember? Iya, di Indonesia saja. Di kebanyakan negara-negara di dunia, hari ibu diperingati pada hari minggu kedua di bulan Mei yang tahun ini jatuh pada tanggal 10 Mei. 

Bagi saya, tanggal-tanggal itu tidak penting. Mau 22 Desember, 10 Mei, 7 Maret, 13 Oktober, ataupun 29 Februari, terserah. Yang penting, tetap ada sebuah simbol apresiasi untuk perjuangan seorang ibu. Bagi saya, hari ibu adalah 1 Januari sampai 31 Desember tanpa henti. She's very special everyday!

Lalu, jika seorang ibu dan perjuangannya begitu diagung-agungkan, mengapa masih banyak saja 'Malin Kundang' modern di dunia ini? 
Ketika seorang ibu sudah tak sanggup menyandang tubuhnya sendiri, anak-anaknya tak mau jadi kakinya, tak ingin jadi tangannya, tak sudi jadi matanya. 
Padahal jika kita kembali ke puluhan tahun silam, ketika anak-anaknya masih tak mampu melakukan apa pun, seorang ibulah yang dengan setia merelakan seluruh waktunya untuk si anak. Ia rela mengotori tangannya dengan kotoran si anak, ia tak mengeluh harus berulang-ulang membersihkan rumah yang tak henti-hentinya dikotori oleh muntah si anak, ia bahagia mampu mencuci bertumpuk-tumpuk baju kotor si anak. Ia bahagia bahwa ia bisa bermandi peluh demi anak-anaknya.

Keagungan seorang ibu dibalas dengan nistanya oleh si anak. Pantaskah?

Janji saya kepada diri saya sendiri: bagaimana pun, saya tak mau meninggalkan ibu saya.
Tolong ingatkan saya jika saya sudah mulai melupakan apa yang saya tuliskan di sini. Tolong kembalikan saya ke jalan yang benar jika saya sudah mulai berbelok.

Hari ini Mother's Day. Saya tak melakukan apa-apa untuk ibu saya. Sungguh, saya bingung mau melakukan apa. Membeli kado? Tak tahu mau membeli apa, tak punya rupiah yang cukup, tak punya kendaraan untuk pergi membeli. Lalu? Apa yang saya lakukan? Saya hanya bisa bermanja-manja padanya.

Apakah itu cukup?
Saya tak tahu.

Sebenarnya, ada satu hal yang ingin saya lakukan, ingin sekali. Saya ingin mengatakan hal ini kepada mama secara langsung. Saya ingin bilang, "Ma, Fenfen sayang mama."

Namun, hingga saat ini, saya belum pernah mengungkapkannya secara verbal. Kebiasaan orang timur yang lebih tertutup dan tidak ekspresif menghalangi keberanian saya untuk mengekspresikan cinta saya yang mendalam. Padahal saya ingin.

Mari kita coba melihat lagi lebih dalam, pernahkah kita mengatakan cinta kepada ibu secara langsung? Bandingkan, berapa seringkah kita mengatakan cinta kepada pacar atau gebetan? Mengapa kita mampu mengungkapkan cinta kepada pasangan, tetapi begitu sulit bilang cinta kepada bunda? Mengapa?

Lalu, kapan terakhir kali kita membiarkan ibu mencium pipi kita? Kapan terakhir kali kita bergandengan tangan dengan ibu kita? Kapan terakhir kali kita memeluk ibu kita? Kapan? Sudah lamakah? Ataukah sudah tidak ingat lagi?

Saya merasa beruntung karena saya masih senang-senang saja membiarkan mama mencium pipi saya di bandara sementara banyak teman-teman saya yang merasa bakalan sangat malu jika dicium pipinya di depan umum. Saya merasa sangat beruntung karena saya masih sangat sering berjalan menggandeng tangan mama di tempat-tempat umum. Saya merasa sangat beruntung karena di kesempatan-kesempatan tertentu saya masih sanggup mengekspresikan kasih sayang dan rasa terimakasih saya dengan memeluk mama.

Saya beruntung.
Dan saya akan merasa jauh lebih beruntung ketika saya mampu mengatakan kepada mama betapa saya mencintainya secara langsung. Ya, secara langsung, bukan melalui blog yang mungkin tak dibacanya atau facebook yang ia tak punya account-nya.



Mama, selamat hari ibu.
Mungkin Fenfen sering bikin Mama kesel, marah, dan mungkin nangis. Mungkin Fenfen sering membuat Mama sakit hati. Mungkin Fenfen sering membebani Mama.
Tapi, Mama harus tau, Fenfen sayang Mama melebihi apa pun.
Mama adalah mama terhebat sejagad raya.
Terimakasih Mama udah menemani hari-hari Fenfen selama hampir 20 tahun. Terimakasih Mama udah merawat Fenfen setiap kali Fenfen sakit, mulai dari sakit yang leceh-leceh sampai yang parah. Terimakasih Mama udah menyekolahkan Fenfen, mencukupi semua kebutuhan Fenfen, memperhatikan gizi buat Fenfen. Terimakasih buat semuanya.
Terimakasih buat malam-malam kesepian yang Mama ubah jadi meriah. Terimakasih buat hari-hari menyedihkan yang Mama sulap jadi terang benderang. Terimakasih buat masa-masa kelam yang mama jadikan begitu berwarna. Terimakasih.
Terimakasih Fenfen dari hati yang paling dalam, buat Mama.

Sungguh, kata-kata di atas bukanlah sebuah karangan semata. Semuanya datang dari hati saya. 
Saya benar-benar mau berterimakasih kepada dirinya yang sudah begitu dekat dengan saya. Saya adalah bagian darinya. Tanpa dia, saya bukanlah apa-apa.

Saya jadi teringat sebuah buku yang saya baca resensinya di Popular minggu lalu. Buku itu bercerita tentang cinta seorang anak kepada ibunya, bahkan ketika ibunya tak mampu lagi mengingat namanya. Ibu si anak menderita alzheimer sehingga ia tak mampu mengingat potongan-potongan hidupnya yang nampaknya sepele tapi sebenarnya penting. Alzheimer merenggut sang ibu dari si anak, tetapi menghadiahkan momen-momen baru bagi mereka. 
Sejak positif menderita alzheimer, hubungan ibu dan si anak berubah.

Saya lupa judulnya, saya juga tak tahu buku ini bagus atau tidak. Yang saya tahu, saya, seperti si anak, akan selalu mencintai ibu saya, hingga akhir dunia.

Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

U're the best I've ever had
~FeN~

3 thoughts:

~'FeN'~ said...

mamimu mesti baca ini, feb :)

~'FeN'~ said...

terharu ak fenn..

~'FeN'~ said...

hiks...mamaaaa.......... T.T
Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia


jadi mengingat sewaktu kecil mama nganterin ke TK dulu