Sunday, July 26, 2009

Waktu


Pukul 5 sore:

Aku mengantuk, tapi dunia ini tidak. Lagu-lagu indah mengalun dari playlist-ku yang berisi lebih dari seribu lagu, tapi aku tidak sepenuhnya menikmati. Langit hari ini abu-abu, tapi hatiku nyaris hitam. Kantuk ini menyiksaku, sungguh, tapi aku tak mau terlelap. Ada sesuatu yang mengganjal, ingin kuungkapkan, tapi tak tahu kepada siapa aku harus bicara.

Aku tahu dan mengerti dengan sangat bahwa teman-teman perempuanku sangat sedikit. Teman, dalam konteks ini, bagiku adalah mereka yang benar-benar mengerti aku, yang bisa jadi tempatku bersandar, yang benar-benar mengerti aku luar dan dalam. So, aku dan semua orang tahu, teman perempuanku hanya segelintir dan bisa dihitung dengan jari.

Entah apa yang salah dengan diriku, tapi aku seringkali merasa tak cocok dengan banyak cewek-cewek di luar sana. Aku sendiri perempuan, tapi aku jengah dengan tingkah kebanyakan dari mereka sehingga menyebabkan aku membatasi pergaulanku. Akhirnya, bisa ditebak, teman perempuanku sangat sedikit. Kebanyakan dari mereka tak lebih dari sebatas kenalan atau apa pun itu namanya.

Kuakui, teman perempuanku sedikit. Walaupun demikian, aku sangat menghargai persahabatanku dengan mereka. Tak pernah ada sedikit pun niat dalam hatiku untuk mengkhianati satu pun dari mereka, melukai sekecil apapun bagian dari diri mereka. Merekalah yang duduk di jajaran kursi barisan depan di dalam hatiku.

Namun, yang kutakutkan adalah posisiku dalam hati mereka yang kian hari kian tergeser. Kami semua sudah punya hidup masing-masing, sudah miliki kesibukan sendiri-sendiri, sudah masuk ke komunitas yang berbeda-beda. Berbeda dengan tiga tahun yang lalu, kami tak lagi berpijak pada ruang dan waktu yang sama, kami tak lagi bergandengan dalam menjalani hidup ini.

Selama ini aku mengira tak ada yang berubah dari aku dan mereka, kami masih sama seperti saat kami mulai terikat oleh benang takdir, tapi kini aku sepenuhnya sadar, waktu telah mengubah segalanya.

Hujan SMS-ku tak lagi dibalas dengan cepat. Butuh beberapa kali rotasi bumi bagi mereka untuk mengetikkan sebuah pesan singkat dan mengirimkannya kepadaku. Ajakanku untuk hang out bersama seringkali ditolak dengan alasan ini dan itu. Dan yang membuatku sangat sedih, bahkan ajakanku untuk ngobrol pun seringkali diabaikan. See? Hanya untuk mengobrol sesaat saja, sahabatku mengacuhkanku.

Ya, mungkin aku yang jahat, mungkin aku yang egois karena menuntut terlalu banyak dari mereka. Aku menuntut SMS-ku dibalas dengan cepat, dengan jawaban yang memuaskan, dengan antusias, tapi ekspektasiku ternyata berlebihan. SMS-ku mungkin hanya dibaca sekilas atau mungkin dianggap hanya sebagai sampah inbox.

Sakit hati? Mungkin, sedikit. Sebal? Tentu saja. Marah? Inginnya. Namun aku tak sanggup. Di hari berikutnya, saat aku yang dicari oleh mereka, dengan secepat kilat pesan itu akan kubalas dengan senyum. Aku tak sanggup marah, karena aku sayang mereka, karena aku tak punya yang lain selain mereka, karena mereka tak tergantikan, walaupun mereka punya yang lain selain diriku.

Pukul 9 malam:

Lagi-lagi SMS-ku diacuhkan oleh mereka, padahal menurutku semua ini mendesak. Hanya saja, mungkin mereka tak berpikiran sama. Butuh lebih dari satu SMS kukirimkan agar mereka membalas dan balasan mereka sama sekali tak menjawab pertanyaan mendesak yang kuajukan. Alasan ini itu atas keterlambatan mereka bermunculan di layar telepon genggamku, tapi mereka sama sekali tak memuaskan ekspektasiku.

Akhirnya, aku marah, marah pada mereka, marah dalam arti yang sesungguhnya. Aku benar-benar marah.

Salahkah?

Dan kini aku mengantuk bersama dengan dunia. Tak ada lagi lagu-lagu indah mengalun dari playlist untuk aku dengarkan. Langit hitam, sehitam hatiku. Air dari langit mengalir turun membasahi bumi, melepaskan kerinduan, satu sama lain saling mendekap. Aku juga rindu mereka, aku juga ingin mendekap mereka.

U're the best I've ever had
~FeN~

0 thoughts: