Sunday, October 12, 2008

Gema suara hati

Air mata ini seolah tak lagi berharga. Ia mengalir, mengalir, dan mengalir, seolah tak kan pernah habis. Begitu sering ia berontak, ingin keluar dari persinggahannya, merasa bebas sesaat, kemudian menguap, bersatu dengan dunia.

Air mata, sebuah keagungan yang tak terlukiskan. Bagaimana bulir-bulir air yang nyaris tak terlihat dapat melukiskan dalamnya perasaan, lebarnya luka, dan luasnya kebahagiaan sungguh merupakan keistimewaan luar biasa. Bagaimana emosi yang berkecamuk di dalam hati yang luar biasa jauhnya dari mata dapat terpancarkan oleh air mata juga adalah bukti keindahan yang tak tergantikan.

Sungguh, air mata benar-benar mampu melukiskan apa yang ada di dalam rongga imajiner yang kita sebut hati ini. Sebutir air mata yang seringkali dianggap tak berharga sesungguhnya adalah apa yang kau rasakan, gema dari suara hati yang menjerit-jerit minta diungkapkan dan seringkali kau abaikan. Ketika kau meneteskan air mata, kau mengakui perasaanmu pada dunia, kau sadar dan kau menerima, bahwa dirimu lemah dan butuh dukungan.

Dan akhir-akhir ini, air mata ini semakin sering mengalir, membentuk sungai kecil yang selalu cepat-cepat aku putuskan alirannya. Terkadang ia tercekat, tak mau keluar dari tempat tinggalnya yang nyaman, hanya karena perasaanku yang malu akan sebuah kenyataan, sebuah kenyataan bahwa aku lemah.

Tak mau menangis, tak mau menerima dan tak mau mengakui kelemahan, kerapuhan, kesusahan pada dunia. Tidak mengeluarkan air mata bukan berarti tidak punya kelemahan.

Dalam aliran yang mengandung kristal-kristal cemerlang itu, aku berenang, kelelahan, lalu tenggelam.

U're the best I've ever had
~FeN~

2 thoughts:

Ben[Aga] said...

hohohoho... tulis sendiri feb? bagus loh.. ;)

~'FeN'~ said...

@ aga : iya, tulis sendiri... makasih... ^^