Ingin sekali rasanya kembali ke masa putih abu-abu itu
Aku ingin menyesap kembali hangatnya persahabatan di antara tumpukan buku-buku catatan bersampul warna-warni
Aku ingin kembali merasakan gelak tawa di sela-sela dering bel yang berbunyi setiap empat puluh lima menit sekali
Aku ingin kembali memasuki masa-masa penuh canda di dalam ruang persegi panjang dengan meja-meja kayu yang penuh coretan dan contekan
Aku ingin kembali mengarungi detik demi detik di dalam seragam putih abu-abu yang terlalu longgar dan sepatu hitam yang membosankan
Ingin kembali
Aku hanya ingin kembali
Sebentar saja
Bolehkah aku berbalik arah?
Satu kali saja
Bolehkah aku memutar langkah?
Ada yang tertinggal di sana
Bukuku tertinggal di sana
Izinkan aku kembali untuk mengambilnya
Karena aku rindu
Aku mau buka-buka lembar itu
Dan rasakan air mata meleleh di pipiku
Apa yang saya rasakan sekarang adalah sebuah kerinduan yang begitu mendalam terhadap masa-masa SMA. Setelah mencoba menengok ke dalam memoriku, kembali ke masa-masa yang mereka bilang masa terindah, saya merasa sedikit menyesal. Ya, menyesal.
Boleh dibilang saya kurang memanfaatkan masa SMA dengan baik. Tidak, tidak, yang saya bicarakan bukan masalah akademis ataupun berorganisasi. Secara konsisten duduk di peringkat 10 besar, mewakili sekolah dalam seleksi bidang studi hingga OSN, dan menjabat sebagai pengurus inti OSIS/PPSK bukanlah sebuah hal yang patut disesali. Namun, ada hal yang terasa mengganjal di dalam rongga kecil yang kita sebut hati ini. Masa-masa SMA saya kurang diwarnai sebuah 'keremajaan'.
Mengapa saya bilang begitu? Saya pun tak mengerti. Yang jelas, rasanya, saya ketika SMA kurang remaja dibandingkan remaja-remaja zaman sekarang.
Pertama, saya termasuk anak rumahan. Kerja saya hanya sapu-sapu (sekolah-pulang-sekolah pulang). Sampai sekarang pun saya masih tetap anak rumahan, walaupun sudah berubah menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Rasanya banyak hal yang terlewatkan dari masa remaja saya di SMA. Rumah saya yang letaknya jauh di pedalaman membuat saya semakin sulit untuk kongkow-kongkow dan sering-sering hang out bersama teman-teman saya.
Kedua, saya kurang merasakan kenakalan remaja. Jujur, saya ingin merasakan bagaimana rasanya dihukum oleh guru karena kesalahan sepele yang dilakukan bersama-sama. Misalnya saja, dihukum membersihkan lapangan sekolah gara2 mencoret-coret papan tulis dengan karikatur yang mengejek-ejek guru. Haha, gilakah saya?
Lalu, yang sangat saya sesali, saya tidak menemukan banyak foto-foto yang dapat menceritakan perjalanan saya selama menempuh 3 tahun perjalanan di SMA Xaverius 1 Palembang. Sedikit sekali yang bisa saya lihat sekarang. Bagaimana dengan 30 tahun ke depan? Memori itu akan tertumpuk kejadian-kejadian lain. Bagaimana saya harus bernostalgia???
Ingin sekali saya kembali, mengulang waktu, dan mengisi masa SMA saya dengan lebih baik. Di sini, tak lagi saya temukan apa yang bisa saya temukan di SMA, terutama seragam putih abu-abu yang kebesaran dengan rok yang panjangnya 10 cm di bawah lutut.
Menjelang usia kepala dua, saya merasa semakin mellow.
Cinta seragam.
Rindu SMA.
~FeN~
1 thoughts:
huhu.. terharu.. Kurang dinikmati masa2 sma, apolagi smp. ckck
nah bu jangan kupu2 lagi sekarang. ngonkoh2 bareng anak muda ini. hahaha ^6
Post a Comment