Thursday, April 30, 2009

Saya

#1 Saya monster
Terkadang saya berpikir, something has gone wrong within me. Dia, yang dulu pernah begitu berarti dalam kehidupan saya, kini saya tanggapi dengan sangat dingin. Entah salah siapa, saya merasa obrolan-obrolannya terkadang terlalu tidak penting dan terkadang terlalu ingin mengorek apa yang ada di dalam diri saya. Ya, mungkin salah saya. Call me selfish, call me cruel because I also feel that way. Saya mau berubah, merentangkan kedua tangan saya lebar-lebar, mengizinkannya sekali lagi memasuki hidup saya, sebagai seorang sahabat. Namun, yang saya ragukan, apakah dia mau menerima sebuah persahabatan atau akan menuntut yang lainnya? Mungkinkah hal ini yang memacu sikap dingin saya kepadanya? Keraguan sayakah yang membangun benteng tinggi di antara saya dan dirinya? Apakah nanti hal ini juga akan terjadi pada orang-orang berikutnya? If it happened over and over, I would be the real monster! So monstrous!

#2 Saya cerewet
Terkadang saya merasa sangat cerewet, terlalu banyak omong, terlalu ramai. Apa lagi di hadapan seorang teman yang bisa diam seribu bahasa hingga tsunami menerjang dan badai menghadang, saya merasa, wow, very talkative. Saya bisa bicara sampai berbusa-busa dan dijawab dengan sangat pelit. "Apakah benar saya terlalu banyak lalala-lilili dan membuat orang lain gerah?" sendiri, saya bertanya-tanya. Menginjak masa-masa bukan remaja lagi, perlukah saya berubah menjadi lebih 'deep'?Atau haruskah saya tetap menjadi seorang Febrina yang ramai dan suka berdebat sana sini? So chatty!


#3 Saya sakit
Insomnia yang tak mau pergi membuat tubuh saya sangat tidak fit dua bulan ini. Migrain, pegal-pegal, mood yang tidak terkontrol, dan ngantuk berkepanjangan irritate me soooo badly! Saya sebal dengan diri saya sendiri yang terlalu lemah. Saya mengizinkan suasana hati saya yang buruk mengontrol saya. Sungguh bodoh. Bodoh! Sesungguhnya saya sendiri capek dengan mood swing yang bolak-balik menghantam saya. Saya bisa kesal kepada siapa saja dengan alasan yang sangat tidak jelas. Sungguh kasihan nasib mereka-mereka yang dekat dengan saya. Mereka harus (tidak harus, sih, tapi karena mereka orang yang sangaaaaaat baik, mereka merasa punya kewajiban) menghibur saya. Saya sungguh berterimakasih. Saya mau coba berubah. I am so sick of this situation! So sorry.


#4 Saya malas
The very end of this semester exam period. Jika ini semester-semester yang lalu, saya sudah akan berada di rumah sekarang, melepaskan kerinduan terhadap rumah tercinta. Namun, semester ini, ada sesuatu yang membuat saya tertahan di pulau kecil ini. Dan sesuatu itu adalah sebuah mata kuliah berbasis project yang hanya berbobot 1 academic unit: Engineering Innovation and Design. Sungguh, tak ada sedikit pun niat saya untuk melanjutkan project ini. Saya tidak menangkap sedikit pun makna dari mata kuliah ini. Judul project yang aneh-aneh dan bikin pusing, marketing plan yang harus dibuat dengan rinci, poster yang harus dibuat semenarik mungkin, dan exhibition yang dilangsungkan entah buat apa. Sungguh malas diri ini memulai kembali pekerjaan ini. So lazy!


#5 Saya rindu
Entah sudah berapa lama rindu ini berdesir-desir. Lagi-lagi seorang sahabat mencoba pergi dari kehidupan saya. Ya, tak ada yang boleh melarang ia pergi memang. Semua itu mutlak haknya. Namun hati ini tak kuat menahan perihnya. Beberapa telah pergi begitu saja dan sekarang satu lagi akan pergi. Apakah saya begitu tidak pantas untuk dijadikan tempat bernaung dalam kesedihan? Apakah akan ada lagi yang menyusul nantinya? If the answer was yes, I would be the most lonely wolf in this world. So horrible!


#6 Saya cinta
Sungguh, saya sangat cinta. Tak ada yang mampu mengalahkan cinta kepada dirinya yang sudah berkembang sejak lama ini. Saya pernah merasa kesal dan sebal kepadanya, tapi semua itu tak akan mungkin memudarkan cinta saya kepadanya. Jika bukan untuknya, kepada siapa lagi cinta ini harus berlabuh? Dialah orang yang tepat, yang telah memberikan segenap jiwa dan raganya untuk saya, yang rela berkorban segalanya demi saya, yang merupakan langit dan bumi bagi saya. Saya adalah bagian darinya dan dia adalah bagian dari saya. Cinta ini akan selalu bermekaran, bahkan hingga kiamat menjemput bumi tercinta. Happy Mother's Day, Mom. Love you always. So in love with you!


Hujan.
Dan semuanya hanyalah sedikit tentang saya.


U're the best I've ever had
~FeN~

P.S. Saya sedang mencoba menulis gaya campur-campur. Sedikit English diaduk sama Bahasa Indonesia. Cool ma?
Read Comments

Wednesday, April 29, 2009

Melihat punggungmu
Makin jauh saja
Tak mampu kukejar

Selamat tinggal


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Tuesday, April 28, 2009

Examineuphoria

I wish I could sleep longer!
*Sigh

I went to sleep at about 2AM last night (upps, not last night, but today, lol) and I planned to wake up at at least 11. My sleep debt needs to be paid, but, but, but, like having an alarm inside my head, I woke up at 7 plus and couldn't get back to my sleep. Aarrrrggghhh, I want to sleep.

So, now, trying to forget about my lack of sleep, although I am sleepy, I decided to blog. Yeah, blogging is the only thing I can do alone in the morning when no one is crazy enough to get up and go online.

I have thought about a lot of things to blog but I am just too euphoric to start browsing and finding informations to be written. In short, I am lazy. Hence, I just chose to write rubbish this morning. Lol.

I have finished my exam yesterday! Yeah! 6 papers have passed and I have done my best to achieve my goal. Now, I have given my pen, pencil, eraser, and correction tape to God and let Him do the rest. I believe what I have done throughout this semester will be paid equally. What goes in equal to what goes out, right?

This semester exam treasured me some memories. 

Having some buddies to study together were sure a lot of fun. Although I didn't join them for every session, but I felt like 'great' when I was inside the circle. Ok, I also studied with them last semester, but really, this semester, I felt more love inside. No problem with them last semester, the real problem was me. I rejected to disclose myself, making my days more miserable, making myself soooo unsociable. So foolish I was.

Playing a new game during exam period was also a great fun. Haha. Yeah, I played Restaurant City while studying. Lucky me, that game didn't need 24 hour attention. I just needed to feed my staffs and got back to my notes, they will created money and gourmet point for me. Thanks for my beloved staffs: Vivien, Lisa, Valencia, Win, Andri, Jesi, Adi Bro (sorry to make you the cleaner =P), and me myself, of course!

Keep blogging was also a great thing to do during exam. Three semesters before, I tried so badly to limit my posts during exam period. Blogging sure wasted my time, yeah, it's true, but this tendency needed a channel to flow and of course, blog was a good choice! Lol.


I also didn't tremble for the first few minutes during this semester exam. It was such a great achievement for me since I never did the first question right at the first shot. My hand was usually shaking and my brain was clogged. But, this semester, I could think clearly and hey, no more shaking! Haha. Thanks for everyone who have given me their supports. I really appreciate that!

After my exam was over, I got back to my room and start packing my stuffs. Surviving in NTU is really a hard thing to do. Every year I need to pack my staffs, be a nomad, wander here and there. Life is so cruel. *Sigh

When I was packing, I realized, I kept a bunch of unimportant things! Haha, my bad , I treasure everything I have. All of the stuffs store my memory and I need to keep them to connect myself with my past life. It is so nostalgic!

A folder full of letters from NTU, a box full of stuffs people gave me (including the box of chocolate and dried flower), a quite large amount of pins and keychains, a bag full of bags, another bag full of plush toys. Olala, my unimportant stuffs are more than important one. Lol.

My obsession: Yoyo Cici (I forgot to include my coin pouch >.<)

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Saturday, April 25, 2009

Nyampah

Mau numpang nyampah sedikit.
Boleh?
Loh, masa ngga boleh? Wong ini blog saya, ya, suka-suka saya donk.

Disclaimer: 
Postingan kali ini sama sekali tidak bermanfaat. Saya tidak tanggung jawab atas waktu dan energi yang terbuang sia-sia karena saya dan tulisan saya

Yeah. Jam di monitor laptop saya menunjukkan pukul 9.43 PM. Sudah malam, sih, tapi tidak termasuk malam untuk mahluk-mahluk setengah nokturnal seperti saya dan teman-teman. Tak terasa, sudah hari Sabtu, 2 hari lagi saya akan menjalani exam terakhir saya di year 2 ini, lalu saya akan bebas!!! Tinggal menghitung hari, saya akan kembali ke dalam dekapan mama tercinta. *pasang ekspresi mupeng*

Tapi sekarang, saya di sini, duduk di atas ranjang bersama lecture notes 1000 slides  yang bisa dipakai buat ngebunuh anjing tetangga dengan satu lemparan, merasa sangat bosan. Saya bosan belajar!!!

Otak saya sudah berkelana ke mana-mana: ingin ke mall, ingin pulang, ingin ini, ingin itu, ingin segalanya, kecuali belajar dan exam. Tangan saya juga sudah gatal buat membereskan semua lecture notes yang bertebaran dan merapikan meja saya. Intinya cuma satu, saya mau LIBURAN!!!

Satu mata kuliah dengan lecture notes yang banyaknya kira-kira seribu slides. Iya, seribu. Benar, seribu, SERIBU. Seribu yang bisa dipake beli permen 10 biji? Lebih dari itu. Seribu yang ini bisa membuat baut-baut di otak copot, juga bisa membuat kepala berasap, dan yang pasti membuat mood naik turun.

Saya sempat berpikiran mau membakar lecture notes saya beserta spiral binder-nya, masukin ke air, terus saya tenggak semuanya sampai habis. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya akan menambah kontribusi saya untuk global warming kalau saya melakukan aksi bakar-bakaran, so, nggak jadi, deh. Saya terpaksa pasrah.

Capek saya lihat aspal, semen, besi, baja, batu, kayu, syalalalala. Maksud hati, sih, ingin melihat cowok-cowok cakep saja, tapi apa daya tangan tak sampai. Masalahnya saya terkurung di kamar tiga kali tiga ini hanya berdua dengan CV 2003 Civil Engineering Material. Mesra amat. OMG.

Mau nangis saya rasanya. Otak saya semakin tidak sanggup buat hapalan-hapalan seperti ini. Makin tua memang kinerja otak menurun, ya? >.<

Aaaaah, saya ingin sekali melakukan banyak hal di samping belajar, belajar, dan belajar. Sudah 2 minggu saya tidak keluar dari pedalaman ini, dan saya senang sekali besok saya akan keluar, walaupun hanya ke kelenteng. Yang penting keluar dan menghirup sedikit udara yang berbeda, kan?

Hari ini otak saya banyak memikirkan Palembang. Saya sudah sangat ingin pulang. Poni saya sudah jelek abis, saya mau potong poni dan creambath. Muka saya penuh jerawat karena tekanan exam dan insomnia, saya mau facial. Otak saya sudah cape diisi semen, semen, dan semen, saya mau ke toko buku, lihat-lihat novel. Saya mau karaoke, saya mau nonton film, saya mau ke toko aksesoris, saya mau belanja baju, saya mau beli sepatu, saya mau beli tas, saya mau makan gado-gado, saya mau beli rujak, saya mau berenang, saya mau foto-foto, saya mau nonton infotainment, saya mau dengar lagu, saya mau LIBURAN.

Fiuh.
Capek.

Oh, ya, akhir-akhir ini Facebook semakin mirip Twitter. Semuanya pada sibuk update status, apalagi yang pakai BB, rajinnya bukan main. Laper sedikit langsung update status, kebelet pipis juga update status, rambut rontok sehelai juga langsung update status. Pentingkah?

Ayo lebih ngalor ngidul lagi, Restaurant City punya fungsi toilet sekarang. Tadinya saya sama sekali tak tahu ada tambahan toilet di furnitur-furnitur. Saya cengo saja melihat pelanggan-pelanggan saya pergi sambil menunjukkan gambar toilet. Biasanya, kan, jam, kok sekarang jadi toilet? Haha, setelah ditelaah lebih jauh, ternyata restoran harus punya toilet. Lucu juga. Tapi kehadiran toilet ini bikin restoran saya jadi tak sedap dipandang mata. Acak-acakan, boook. Nanti setelah exam akan saya dekorasi habis-habisan tuh restoran. Huh, lihat saja nanti.

10. 58 PM. Satu jam saya habiskan untuk nyampah di sini. Sepertinya sudah saatnya untuk tidur dan mengistirahatkan otak saya yang sudah mulai kedatangan tamu, yaitu migrain. Terimakasih buat orang-orang yang sudah menemani hari saya yang membosankan ini.

Terimakasih buat yang sudah baca lembaran ini. Sekali lagi saya tidak tanggung jawab atas waktu dan energi yang terbuang percuma karena tulisan ini.

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Friday, April 24, 2009

Turn it to be wonderful

Hey, today is 24th April already, but just allow me to flashback to 22nd April, yea?
So, what is so important about 22nd April? Did I finish my exam? Of course, no. Actually I did my worst exam that day, and it was not the last! Grrr, I really really envy them who have finished theirs. >.<

Ok, this post has nothing to do with my exam, my studying progress, or my life.

Back to 22nd April 2009. *Now, please act as if today is 22nd*

HAPPY EARTH DAY!!!

Earth Day is the event brought by Senator Gaylord Nelson from US 1970 to increase people's awareness on environmental issues. Before that, United Nations celebrated the Earth Day on 22nd March, which is the day of equinox, when the sun is directly above the equator. 

So, this year's Earth Day was the 39th celebration. Countdown to 40! Yeah!

Earth Day does increase the awareness of people about the environments around them, about the life they live, about the assurance of longer breath, and of course, about the earth.

From year to year, what are the things that Earth Day tries to assess, actually?
  • Pollution from factories and power plants
  • Raw sewage
  • Toxic dumps
  • Pesticides
  • Extinction of wildlife
  • Recycling effort
  • Global warming
  • Clean energy

To get clearer information about the campaign, you can visit this site. ^^.

Somehow, I feel like the number of people who really cares for this dying world is not comparable to those who are very aphatist. Yes, they are increasing, but the number of 'I-don't-care-so-what-about-this-fcuking-world' kind of people is increasing in exponential function. Even just to put their used papers and notes in the recycle bin, they are lazy. Even just to switch off the light before leaving the room, they are lazy.
Yeah, please continue your laziness and you sure will be the first one who die because of global warming. *wow, cruel, huh?*

I admit, sometimes, I also just don't care about this world. Sometimes I think, what can I contribute through these actions I take? I am sooooo small compared to the world population. But, but, but, Guys, listen, this is WRONG!
Yes, you are small, but when you get others to follow your path, it will grow bigger. Let's create a snowball effect on environmental issues' awareness.

It starts from you!!!

First, don't let your lights and other electrical appliances on when you are leaving your room as well as when you are sleeping. Don't let the electrical socket in the stand-by mode also since it will still transmit the electricity.

Second, don't run the washing machine unless in full load. Although you are not paying for the electricity, you will pay the cost by your own life some time later. So, it's a big no-no to throw only a piece of your clothes into the machine and start the washing. Don't you know how much energy it will waste???

Third, don't take your bath too long, off the shower when you are soaping or shampooing. It will reduce an amount of wastewater you produce. Also, don't set the water too hot since the heater needs to work more to fulfill your request. Eh, don't you know that using shower can greatly save some amount of water compared to conventional bathing? (Haha, you get it, right, what I call conventional bathing?)

Fourth, if you have air conditioner in your room, don't set the temperature too low. To generate lower temperature, more energy is needed. It's crystal clear that more energy is wasted throughout the process. Remember Carnot, right? 

Fifth, remember Triple-R: reduce, reuse, recycle. Reduce the usage of tissue papers, papers,and other harmful things. Reuse the plastic containers, plastic bags, or water bottles that can still be used. Then, recycle papers, cans, and plastics that can't be used anymore. I am sure people in NTU have known about the bins installed in every hall of residence. You can just put your things inside, but, please, separate them accordingly and don't throw something contaminated inside, like oily paper, or plastic containers with food inside. Don't you know, once contaminated, it can't be recycled anymore and it will contaminate other things also. 
For those who don't have recycle bins provided, separate your trashes wisely.

Sixth, walk more. Don't rely on private car or motorcycle. You know exactly what I am talking about. Pollution! The hole in ozone layer!

Seventh, eat less meat, I suggest. Why? What is the relation between meat and environment? Ok, this is not because I am afraid that cows will disappear from this world, but, but, but, do you know that the natural gas produced by cattle ranch contains methane and leads us to more severe global warming? Just imagine, if the demand of beef increases over and over, more ranches will be opened, more cows and sheeps and anything will be bred, and more methane gases will be produced. Is it scary knowing that we contribute to the global warming that much? No need to transform yourself to be a vegetarian, just eat less meat.

Those seven steps I chose and wrote are just those which were relevant to our life as students and young generations. You don't need to do something BIG, you just need to do every little thing SINCERELY.

And last, but of course, not the least, persuade others to follow your point of view. We still need more time to live our life to the fullest.

Don't you want to see this wonderful world smiling?
I want, what about you?

I see trees of green, red roses too
I see them bloom, for me and you
And I say to myself
What a wonderful world

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Wednesday, April 22, 2009

Dhani: Hanya 25 menit

“Oke,” dan kau seketika melepaskan jemarimu, berdiri dan memunggungiku, “Aku sudah tau jawabannya. Selamat tinggal.”

Selamat tinggal.

Selamat tinggal.

Selamat tinggal.

Kata-kata terakhirmu bergema di telingaku, berulang-ulang, mengiringi suara hak sepatu merahmu yang tetap terdengar indah walau kau berjalan dalam kemarahan. Aku merasa bodoh, kecil, dan tak berdaya. Maafkan aku. Maafkan idealismeku. Aku memang bodoh.

Dan kini, kembali aku di sini, di bawah bintang-bintang, bertarung melawan diriku sendiri. Benar kata mereka, musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Aku berjuang menyingkirkan sisi egois dalam diriku, idealismeku, tapi aku takut aku tak mampu.

Sejak siang itu, tak pernah ada lagi perjumpaan denganmu, tak pernah ada senyum indahmu warnai hari-hariku. Sebulan telah berlalu dan tak ada satu pun dering darimu. Tak ada juga sapaan hangat suaramu yang menjawab panggilan cintaku. Aku sadar, kau benar-benar marah padaku. Tapi, di dalam rongga kecil yang menyimpan cintaku ini, aku masih sangat berharap kau mampu memaafkanku. Sungguh, Sayangku. Hidup tanpamu membuatku kehilangan separuh napasku.

Aku merindukanmu. Mataku merindukan senyummu. Tanganku merindukan jemarimu. Telingaku merindukan suaramu. Rambutku merindukan belaianmu. Bahkan kurasa kontrakanku merindukan derap langkah sepatu merah favoritmu. Trina, bagaimana sebulan ini aku mampu bertahan hidup tanpamu adalah sebuah keajaiban yang menyedihkan, dan kurasa keajaiban ini tak akan mampu bertahan lebih lama lagi.

Apakah keputusanku untuk berkutat dengan pikiran-pikiranku sendiri adalah sebuah kesalahan? Haruskah aku berlari ke dalam pelukanmu sekarang juga? Tapi, bagaimana tanggapan keluargamu jika melihatku? Aku merasa tak pantas untukmu, Sayang. Aku yakin aku akan merasa begitu kecil di hadapan keluargamu. Aku, dengan kontrakan reyotku, gaji kecilku, pekerjaan sederhanaku. Aku tak sanggup membayangkan kau menemaniku menderita.

Sial, mengapa aku terlahir dengan kepengecutan ini? Laki-laki macam apa aku? Persetan dengan keluargamu! Persetan dengan perbedaan sosial kita! Persetan dengan cibiran dunia! Yang aku butuh hanya cintamu dan aku sadar, telah kupunyai seluruh cintamu bertahun-tahun lamanya.

Sekarang aku butuh keberanian.

Aku mengeluarkan handphone-ku, memberanikan diri untuk sekali lagi menghubungimu, meminta maaf padamu, menikahimu.

“The number you are calling is not active or out of coverage area, please try again in a few minutes.”

Kesal, aku membanting benda kecil itu dan melihat jam tanganku, pukul 7.20 malam. Aku segera beranjak, aku telah membulatkan tekad, aku akan pergi ke rumahmu, sekarang juga. Aku akan melamarmu. Aku tak sanggup hidup tanpamu.

Tak punya kendaraan, aku terpaksa menunggu taksi. Ya, selama ini gajiku hanya kugunakan untuk membayar sewa kontrakan dan biaya kebutuhan sehari-hari. Aku menabung untukmu, hanya untukmu, untuk membahagiakanmu kelak.

Pukul 7.45, aku sampai di depan pagar rumahmu yang menjulang tinggi, tempat di mana kepengecutanku selama ini tumbuh dan berkembang. Kali ini, aku tak mau kalah, aku memberanikan diri menekan bel. Semenit, dua menit, tiga menit, tak seorang pun keluar.

Tiga kali aku mengalahkan kepengecutanku dan tak seorang pun menyambut dan memberiku selamat, tak seorang pun keluar, tidak kau, ayah ibumu, atau pun pembantu-pembantumu. Kurasa tak ada orang di rumahmu. Aku beranjak.

Aku seperti kehilangan arah. Aku tak tahu harus pergi ke mana. Aku kembali melirik jam tanganku, pukul 7.55. Aku tak tahu harus ke mana. Aku hanya berjalan tanpa arah dan tujuan. Kenapa ketika hatiku telah memberikan jawaban, aku malah tak tahu harus ke mana. Aku merogoh saku celanaku, bermaksud mencoba sekali lagi menghubungimu, sialan, handphone-ku masih tergeletak tak berdaya di halaman.

Kakiku melangkah, tapi otakku tak tahu ke mana kakiku membawaku. Aku terus dan terus berjalan, tak perduli ke mana. 8.25, entah kenapa, aku berhenti di depan sebuah gereja. Sedang ada upacara pernikahan sepertinya. Kulihat dari kejauhan, si mempelai wanita terlihat begitu bahagia dan aku membayangkan dirimu, Trina. Aku membayangkanmu ada dalam balutan gaun putih itu. Kau pasti akan terlihat sangat cantik, Sayangku.

Detik demi detik, aku memandang pengantin itu dan aku membayangkan dirimu. Detik demi detik, aku memandang pengantin itu dan aku yakin aku melihatmu. Aku berhalusinasi, aku terlalu merindukanmu, Sayangku.

“Dhani!” tiba-tiba ada suara memanggilku, dan aku mendengar itu sebagai suaramu. Aku mencari sumber suara dan mendapati dirimu di hadapanku.

“Trina,” aku tergagap, mendapati dirimu semakin memesonaku. Entah halusinasi atau bukan, kau mengenakan gaun putih yang dipakai oleh pengantin yang aku amati sejak tadi. Sungguh cantik, benar-benar cantik. Namun, seketika aku sadar, kecantikanmu ini bukan untukku. Kaulah mempelai yang sejak tadi aku perhatikan dari jauh dan kakiku benar-benar membawaku menghadapi takdirku.

“Dhan, kenapa kau bisa ada di sini?” tanyamu bingung.

“Takdir membawaku ke mari, Trina,” ujarku pelan, tanpa intonasi, tanpa penekanan seolah semua kemampuanku untuk berbicara dengan baik dan benar telah dibawa pergi oleh rohku yang tiba-tiba saja meyusup keluar dari tubuhku. Aku kosong.

“Kenapa?” tanyaku padamu, masih sepelan dan sedatar sebelumnya, “Tak ada lagikah kesempatan, Sayang?”

Kau menggeleng pelan, giwang di telingamu bergoyang pelan, menambah kecantikanmu. Maafkan aku, Dhan,” jawabmu getir, tanpa senyum, “Kau terlambat. 25 menit.”

Itulah kata-kata terakhirmu padaku, sebelum air mata membasahi pelupuk matamu, sebelum kau berbalik meninggalkanku dengan lebam di hatiku, menyongsong hidupmu yang baru, tanpa aku.


After some time, I finally made up my mind
she is the girl and I really want to make her mine
I'm searching everywhere to find her again
to tell her I love her
and I'm sorry 'bout the things I've done 

I find her standing in front of the church
the only place in town where I didn't search
She looks so happy in her wedding dress
but she's crying while she's saying this 

Chorus:
Boy I've missed your kisses all the time but this is
twenty five minutes too late
Though you travelled so far I'm sorry you are
twenty five minutes too late 

Against the wind I'm going home again
wishing me back to the time when we were more than friends 

But still I see her in front of the church
the only place in town where I didn't search
She looked so happy in her wedding dress
but she cried while she was saying this 

Chorus:
Boy I've missed your kisses all the time but this is
twenty five minutes too late
Though you travelled so far I'm sorry you are
twenty five minutes too late 

Out in the streets
places where hungry hearts have nothing to eat
inside my head
still I can hear the words she said 

Chorus:
Boy I've missed your kisses all the time but this is
twenty five minutes too late
Though you travelled so far boy I'm sorry your are
twenty five minutes too late 

I can still hear her say.......

MLTR - 25 Minutes

(Tamat)

U're the best I've ever had
~FeN~

Maafkan bila ceritanya kurang panjang atau kurang gereget atau kurang orisinil atau kurang apapun. Harap maklum. Saya masih dalam proses pembelajaran, dan saya sangat mengharapkan segala kritik dan saran, baik yang konstruktif maupun yang destruktif.
Terimakasih.
Read Comments

Dhani: Bolehkah aku memutar waktu?

Dan aku hanya mampu duduk di sini, dalam kesendirian dan kesunyian malam, di bawah bintang-bintang yang tak bosan berkelip walau tak tergubris, menunggu hatiku memberi jawaban yang pasti. Teringat olehku percakapan kita bulan lalu.

“Dhan,” tiba-tiba kau datang ke kontrakanku dan kau langsung masuk karena tahu aku tak pernah mengunci pintu, “Kita harus bicara.”

“Ada apa, Sayang?” balasku lembut, mengimbangi ketergesaan dalam suaramu, tanpa mengalihkan pandangan dari komputerku. Aku sedang bekerja dan aku tak suka meninggalkan pekerjaanku setengah jalan. Ya, aku bekerja di rumah. Aku adalah editor sebuah majalah tidak ternama. Gajiku kecil dan karena itulah sampai sekarang aku belum berani melamarmu yang sudah kupacari selama 5 tahun. Aku tak mau mengubahmu dari seorang putri menjadi Upik Abu. Aku tak mau, sungguh.

“Kita harus bicara, sekarang juga. Cepet, tinggalin komputer itu,” desakmu sambil menarik kursi hidrolik yang sedang kududuki agar menghadap ke arahmu. Aku pun menyerah, meninggalkan artikel yang sedang kuedit dan memandangmu, matamu, hidungmu, kesempurnaan paras cantikmu.

Kau mendesah, begitu anggun, aku menikmati keanggunan itu, “Dhan, lamar aku, segera,” tiba-tiba kau berkata.

Belum sempat aku memuaskan diri memandang wajah indahmu, kau telah membuat aku terhenyak. Aku diam, tak mampu berkata-kata. Kau juga diam, menunggu jawabanku. Tak ada kata di antara kita. Hanya suara jam dinding pemberianmu yang terus berdetak tik-tak-tik-tak mengisi ruang yang seolah kosong ini.

Detik-detik berlalu, terasa berjam-jam, bahkan bertahun-tahun, dan aku memberanikan diri berkata, “Trina, dengar, belum saatnya kita menikah. Menikah bukan sekadar membalikkan telapak tangan, Sayang. Aku sudah janji, kan, kalau aku pasti akan melamar kamu. Please, tunggu aku.”

“Kamu ngga ngerti, Dhan! Aku sudah 25 tahun dan tak pernah sekalipun kamu menampakkan diri di rumahku. Keluargaku pikir aku tak punya pacar dan mereka sudah memilihkan aku calon suami. Kamu mau aku menikah dengan orang lain? Sampai kapan aku harus menunggu?” serumu cepat, membuatku semakin kehilangan kata-kata.

Trina, aku tak tahu harus berkata apa. Lidahku kelu. Aku pun tak tahu ekspresi apa yang nampak dari wajahku sekarang, apakah tegang, sedih, atau malah tanpa ekspresi sama sekali? Kamu tahu, aku sungguh tak tahu harus kujawab apa semua seruanmu. Aku memang bodoh. Tak pernah sekalipun aku datang ke rumahmu, mengucapkan salam kepada keluargamu, atau sekadar mengantarmu sampai di beranda rumahmu. Keberanianku hanya sebatas pagar rumahmu yang tinggi menjulang. Aku memang pengecut, Sayang. Aku tak berani menghadapi risiko ditolak oleh ayah dan ibumu. Aku hanya perantau dari kota kecil yang tak punya apa-apa.

“Dhan,” panggilmu, membuyarkan lamunanku, “Kamu dengerin aku nggak, sih?”

“Iya, iya, aku denger,” jawabku pelan, “Aku hanya nggak tau harus berkata apa. Aku …”

Kata-kataku terputus setelah kau cepat-cepat menerka kelanjutannya, “Belum siap menikah. Iya, kan? Bosan aku, Dhan, kata-katamu nggak ada variasi. Bahkan di saat aku sudah mau dijodohkan dengan orang lain pun, kamu masih bilang tidak siap. Jangan-jangan kamu memang tidak cinta padaku?”

“Trina,” aku pun menggenggam jemarimu yang halus, “Tak ada yang bisa mengalahkan cintaku padamu, kau tahu. Karena cinta itulah, aku tak mau melihatmu menderita. Aku tak mau kau susah bersamaku. Beri aku waktu sampai aku mapan, dan aku akan membawamu bersamaku.”

Aku tak dapat menerka ekspresi apa yang sedang kau tunjukkan padaku, mungkin setengah sedih, setengah geli. “Dhan, aku bekerja, kamu bekerja, dan kita bisa merintis semuanya berdua. Kita mulai bersama, dari nol. Aku mau menikah denganmu bukan karena uang, tapi karena cinta. Kalau aku hanya ingin kemewahan, aku sudah meninggalkanmu dari dulu!”

“Tapi, Sayang,” bantahku, “Aku …”

Stop. Sekarang bilang padaku, kamu mau ikut ke rumahku sekarang dan bilang pada papa kalau kamu adalah pacarku atau tidak?” ujarmu memotong omonganku yang belum sempat dimulai.

“Trina, kumohon …”

“Oke,” dan kau seketika melepaskan jemarimu, berdiri dan memunggungiku, “Aku sudah tau jawabannya. Selamat tinggal."


(bersambung)


U're the best I've ever had

~FeN~

Read Comments

Tuesday, April 21, 2009

Rindu

Ingin sekali rasanya kembali ke masa putih abu-abu itu
Aku ingin menyesap kembali hangatnya persahabatan di antara tumpukan buku-buku catatan bersampul warna-warni
Aku ingin kembali merasakan gelak tawa di sela-sela dering bel yang berbunyi setiap empat puluh lima menit sekali
Aku ingin kembali memasuki masa-masa penuh canda di dalam ruang persegi panjang dengan meja-meja kayu yang penuh coretan dan contekan
Aku ingin kembali mengarungi detik demi detik di dalam seragam putih abu-abu yang terlalu longgar dan sepatu hitam yang membosankan
Ingin kembali
Aku hanya ingin kembali

Sebentar saja
Bolehkah aku berbalik arah?

Satu kali saja
Bolehkah aku memutar langkah?

Ada yang tertinggal di sana
Bukuku tertinggal di sana

Izinkan aku kembali untuk mengambilnya

Karena aku rindu
Aku mau buka-buka lembar itu
Dan rasakan air mata meleleh di pipiku

Apa yang saya rasakan sekarang adalah sebuah kerinduan yang begitu mendalam terhadap masa-masa SMA. Setelah mencoba menengok ke dalam memoriku, kembali ke masa-masa yang mereka bilang masa terindah, saya merasa sedikit menyesal. Ya, menyesal.

Boleh dibilang saya kurang memanfaatkan masa SMA dengan baik. Tidak, tidak, yang saya bicarakan bukan masalah akademis ataupun berorganisasi. Secara konsisten duduk di peringkat 10 besar, mewakili sekolah dalam seleksi bidang studi hingga OSN, dan menjabat sebagai pengurus inti OSIS/PPSK bukanlah sebuah hal yang patut disesali. Namun, ada hal yang terasa mengganjal di dalam rongga kecil yang kita sebut hati ini. Masa-masa SMA saya kurang diwarnai sebuah 'keremajaan'.

Mengapa saya bilang begitu? Saya pun tak mengerti. Yang jelas, rasanya, saya ketika SMA kurang remaja dibandingkan remaja-remaja zaman sekarang. 

Pertama, saya termasuk anak rumahan. Kerja saya hanya sapu-sapu (sekolah-pulang-sekolah pulang). Sampai sekarang pun saya masih tetap anak rumahan, walaupun sudah berubah menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Rasanya banyak hal yang terlewatkan dari masa remaja saya di SMA. Rumah saya yang letaknya jauh di pedalaman membuat saya semakin sulit untuk kongkow-kongkow dan sering-sering hang out bersama teman-teman saya.

Kedua, saya kurang merasakan kenakalan remaja. Jujur, saya ingin merasakan bagaimana rasanya dihukum oleh guru karena kesalahan sepele yang dilakukan bersama-sama. Misalnya saja, dihukum membersihkan lapangan sekolah gara2 mencoret-coret papan tulis dengan karikatur yang mengejek-ejek guru. Haha, gilakah saya?

Lalu, yang sangat saya sesali, saya tidak menemukan banyak foto-foto yang dapat menceritakan perjalanan saya selama menempuh 3 tahun perjalanan di SMA Xaverius 1 Palembang. Sedikit sekali yang bisa saya lihat sekarang. Bagaimana dengan 30 tahun ke depan? Memori itu akan tertumpuk kejadian-kejadian lain. Bagaimana saya harus bernostalgia???

Ingin sekali saya kembali, mengulang waktu, dan mengisi masa SMA saya dengan lebih baik. Di sini, tak lagi saya temukan apa yang bisa saya temukan di SMA, terutama seragam putih abu-abu yang kebesaran dengan rok yang panjangnya 10 cm di bawah lutut.

Menjelang usia kepala dua, saya merasa semakin mellow.
Cinta seragam.
Rindu SMA.

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Ia yang Perkasa

Another important day has come. Yeah, a day for women in Indonesia.

Selamat Hari Kartini!!!

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 130 tahun yang lalu. Tak perlu saya ceritakan kisah hidup beliau karena saya yakin semua yang mampu mengerti bahasa yang saya gunakan di lembar ini tahu siapakah wanita hebat ini.

Beliau bukan sembarang wanita, beliau adalah wanita perkasa. Bukan perkasa dalam artian mampu mengangkat berpuluh kilo besi dan baja, melainkan mampu meneruskan keperkasaannya kepada wanita-wanita berpuluh-puluh generasi di bawahnya.

Berkat seorang wanita Jawa yang berani mengambil sikap atas diskriminasi gender di masyarakatnya beratus-ratus tahun yang lalu, wanita-wanita Indonesia mampu menunjukkan sinarnya sekarang. 

Bayangkan, jika tidak ada seorang Kartini, apa yang terjadi pada wanita-wanita Indonesia sekarang? Tak akan ada guru perempuan. Mengapa? Wong perempuan saja dianggap bodoh dan tak diizinkan duduk di bangku sekolah, bagaimana bisa ada guru perempuan? Tak akan ada politisi perempuan, dokter perempuan, dan tentu saja, tak akan ada menteri pemberdayaan perempuan. Jika Raden Ajeng Kartini tak pernah ada, saya rasa, justru yang makin banyak jumlahnya adalah wanita-wanita prostitusi.

Saya sendiri membayangkan apa jadinya saya sekarang bila perjuangan Ibu Kartini tak pernah berbuah. Saya yakin, tak mungkin saya sekolah di sini sekarang. Saya malah mungkin telah menikah dan punya 2 anak, setiap hari tak punya kerjaan lain di samping membersihkan rumah dari pelafon sampai kamar mandi, belanja ke pasar dengan uang yang dijatah suami, dan mengangguk-angguk diam saat dimarahi suami. Dan saya tak akan punya lemari penuh baju-baju, tas, dan sepatu karena saya hanya akan pakai daster dan sandal jepit. 
Oh, tidak. 

Terima kasih banyak, Ibu Kartini.
Most Indonesian women are prevented from wearing daster *izzit?* 24 hours a day because of you.^^. 

Sungguh, sebagai wanita, saya sangat berterimakasih kepada R. A. Kartini yang berani mengubah pandangan konvensional masyarakat di masanya. Dia benar-benar berbeda dan benar benar berani. Bagi seorang wanita yang lemah dan tak berdaya di masa-masa strata dalam masyarakat masih dijunjung tinggi, mencoba membawa perubahan adalah suatu hal yang bisa dibilang  nekad. Namun, tekad sekeras baja itulah yang sebenarnya dibutuhkan untuk sebuah perubahan.

Mungkin saja pada saat itu wanita-wanita lain juga muak diperlakukan selayaknya bukan manusia, tapi masalahnya, keberanian mereka untuk mengubah semua itu tidak mampu berkembang sempurna. Mereka hanya mampu pasrah diperlakukan sebagai korban eksploitasi hingga penyelamat mereka tiba.

Dan Raden Ajeng Kartinilah si penyelamat itu.

Emansipasi tak berhenti sampai di situ saja. Keberanian seorang Kartini memompa semangat wanita-wanita lain untuk memperjuangkan hidup yang layak bagi wanita, seperti Cut Nyak Dien, seorang tokoh wanita perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Namun mirisnya, di saat perjuangan emansipasi wanita belum mencapai garis finish dan memenangkan perlombaan, justru wanita sendiri yang merintangi pencapaian itu. Sebuah inkonsistensi yang dihantarkan wanitalah yang justru menunda si emansipasi menyentuh pita merah di garis akhir.

Seringkali wanita berkoar-koar dengan mengatasnamakan emansipasi. Ketika tidak diizinkan melakukan ini itu, responnya, "Eh, ini zaman emansipasi, cewek juga bisa ngelakuin apa yang cowok bisa lakuin!", tapi jika tugas yang dilimpahkan adalah mengangkat meja dan kursi, mereka hanya akan berdiri si sudut dan menyemangati. Saat diminta membantu, jawabannya justru, "Kita, kan, cewek. Mana kuat ngangkat begituan?".

Pertanyaannya, sebenarnya wanita mau dianggap kuat atau lemah?
Membingungkan memang, tapi inilah kenyataannya. Seperti tak punya pendirian, wanita mengagung-agungkan emansipasi hanya ketika posisi mereka diuntungkan. Tidak konsisten. Tidak berpendirian.

Saya juga seorang perempuan yang nantinya akan bermetamorfosis menjadi seorang wanita, tapi saya sebisa mungkin menghindari apa yang dinamakan menggantungkan diri kepada orang lain. Jika saya masih mampu melakukannya, walaupun dengan bercucuran keringat, air mata, dan darah *wow, lebai*, saya akan melakukannya. Namun, jika saya memang tidak mampu, saya akan katakan saya tak sanggup. Bukan karena saya wanita, saya jadi tidak mampu melakukannya, tapi karena memang hal itu tidak saya kuasai.

Menjadi seorang wanita bukanlah sebuah hal yang mudah. Terombang-ambing di tengah ambiguiti sebuah 'emansipasi', wanita harus mampu menempatkan diri secara tepat, tapi itu sangat sulit. Berusaha menjadi kuat, tapi jauh di dalam hati ingin dilindungi sepenuhnya. Merasa aman bila dilindungi, tapi tetap ingin sebuah pembuktian diri. 

Terlalu banyak benang kusut yang melilit-melilit di dalam hati seorang wanita dan butuh kesabaran ekstra dan waktu yang panjang untuk merapikan lilitan-lilitan itu. Jangan dikira menjadi seorang wanita hanyalah masalah baju, aksesoris, tas, sepatu, kosmetik, dan salon. Jangan disangka menjadi seorang wanita hanyalah siklus esterogen yang naik-turun. Janganlah seorang wanita dianggap hanya wanita, karena wanita adalah sebuah keajaiban.

Hidup wanita!
Hidup Ibu Kartini!

U're the best I've ever had
~FeN~

*Saya ingat sebuah puisi yang judulnya Wanita-Wanita Perkasa, tapi mencoba mencarinya di Google, tetap tak ketemu juga. Saya lupa siapa yang mengarang, saya lupa potongan kata-katanya, hanya ingat judulnya.*
Read Comments

Monday, April 20, 2009

20 Morning

Less than five hours to go and I am still here, in front of my computer, blogging and blogging. I just don't know what to do to spend my time. I am sick of studying the notes although I feel that I haven't prepared well.

Yes, I haven't prepared well enough, especially for my second exam, which is MB 102 Business Finance. Hey, what the hell is the subject! I don't even understand the essence of that thing, and I couldn't progress further. I'm just stuck in the notes of Lecture 8. The rest? Hopeless, of course. It's crystal clear that I have S/U-ed the thing, but still, I'm afraid to see U. Oh, Baby, please, I don't want to see U. *Pray *Cross two fingers *Anything

Mood turnover on Friday evening after one day of feeling like vomiting on Thursday, plus super HOT weathers these two days, I just couldn't concentrate fully on my notes. I kept starring blankly, my brain wandered away, I had no mood to do anything. Really, the bad mood came on a completely wrong time. Sigh.

And one more thing that prevents me from an effective studying session, RESTAURANT CITY. Yes, I started to play it since the start of exam period. Crazy, huh? Actually, I just checked the thing once in one or two hours to feed my employees (wow, I just use the word employee - lol) then go back to my notes. But, but, but, it sure broke my concentration, right? I am soooooo distracted with Restaurant City and all unbelieveable thoughts (unbelieveable since I shouldn't think about them during my exam periods) my brain chose to go through.

O, great, my writing seems like crazy. So choppy, jumps here and there. Sorry for the one reads this. Unimportant plus untidy. Sorry. I am just too stressed. My heart is beating so fast. My bad, I always find myself so stressful and nervous before any exam, the first, the second, or even the last. I am too panick, I admit. I want to change, but how? Someone, teach me. >.<

Ok, I will make this post more and more scattered. This exam period seems not so crowded, do you realize? I feel the difference completely. Last semester, everytime I walk out from my tiny room, I will find bunch of people holding their notes towards SRC as well as holding exam paper back to their halls. This semester, the noise levels are not that high. Less people come and go. Less people are taking exams. More people are on their IA. So lucky they are! Haha.

And now, three hours to go. I abandoned this post one hour plus to kaypoh on Facebook and sing lalala lilili. Lol. Suddenly, I remembered about Bee Gees, I searched for it in Youtube, and started to sing. Gosh.

I feel like reviewing my notes again, but they are not appealing enough. 
Why does the time walk so slow? Just like an old man. Haha.

Aaarrrrggghhh, please, please, please, let me go through this week safely.

C stands for Cmangat!
D stands for, err, Dunno. Haha.

Ok, whatever it is, ganbatte!!!

U're the best I've ever had
~FeN~

P.S. Again, sorry for wasting your time reading my crazy post.
Read Comments

Saturday, April 18, 2009

19th April


Win Di
19th April 1990
Nanyang Technological University
Electrical and Electronic Engineering
Specialized in Power

Celebrating birthday in the middle of hectic exam period, that's what Win Di needs to bear with every year. 

But, hey, whenever it falls, it's still called a birthday, right?
So, still, I should wish him A VERY HAPPY BIRTHDAY!

18 years have passed and he has grown up from a little kid to be a real guy. I have known him since we were in Junior High School. No, no, no, actually, I had met him before we entered Junior High. I think the first time we met was the time when each of us represented our own school in Lomba Bidang Studi.

Time flies so fast. Seven years being his friend, and now, I think, I know him deeper and deeper. He's the only guy that I am not afraid to be close to. Actually, he's not 'a guy' anymore in my eyes. Lol.

So, now, this post is really dedicated to him, the birthday boy!
^^

First, who is Win Di in my eyes?
He is:
- my friend since junior high
- my mid-day partner
- my CreamPuff (this is his nickname I gave ^^)
- my debating opponent
- my trashbin for some 'things'

Second, what are the things 'very Win Di'?
- He insists that his name is 'Win Di' although we always call and write his name as 'Windi' without space. Lol.
-  He always says to everyone that he wants to start finding love when he has already reached 21. So, 2 years to go, Win. Haha.
- He likes to voluntarily help people. He can't see people in trouble and he will be the one moving to the front line and give his hand.
- He sleeps a lot during lecture (I watched this attitude almost everyday last year, and now, I assume that he hasn't changed) but seldom sleeps well during night time. 
- His brain is sure very BIG. Yeah, he is able to understand anything very easily, from his own courses to other's courses also, and he is willing to teach others. Nice!
- He always has a big curiosity about everything. He likes to know every issues, especially science and kaypoh-ing others' stuffs. Haha.
- He loves math very much. Want some proofs? Just see his e-mail address. Haha.
- He likes to sing, but he usually sings in his own way, a very terrible way. He changes all the tones and most of the lyrics. =P
- He is so talented in making excuses. He doesn't want to be pushed to the corner, although he is the one who is wrong. 
- His room is very messy! *Sorry to open up your top secret, huh?
- He is a great listener, a good advisor, and a fabulous friend.

Third, what are the things that change along this year?
- He is much more hardworking. He studies sooooooo hard and it seems like neverending.
- He visits my blog very frequently now. I don't think he bothered about what my blog URL was last year. Haha.

Last, what are my wishes?
- Manage your money!
- Find a true love!
- Clean your room!
- Be more mature!
- Sleep well!
- Don't always be late!

Win, I cannot give you any present, but, really, I wish you a great years ahead. I hope you can get what you are dreaming about. You will shine, I am sure. After this long journey, you will find your path: your career and your loved one. And you will be married, have some children. At the end, you will find your own happily ever after ending.
I am very happy that I know you.
I am very delighted to be your friend.
I am very proud having a buddy like you.

Once again, HAPPY BIRTHDAY!^^


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Friday, April 17, 2009

Puisi juga Budaya

Jutaan manusia berkoar-koar, "Lestarikan budaya bangsa! Selamatkan tari tradisional! Kembalikan lagu-lagu daerah yaang sedang tenggelam menuju ke permukaan! Hidupkan lagi wayang! Alat musik tradisional! Batik! Lestarikan budaya bangsa!"

Ya, ya, ya, dan di sini lah saya, merasa sangat miris dengan kampanye-kampanye 'budaya' yang rasanya makin marak saja, tapi entah membuahkan hasil atau tidak.

Lalu, hal apa yang membuat saya merasa miris? Ketidakpedulian anak bangsa terhadap budaya kah? Atau semakin banyaknya budaya yang dicuri oleh tetangga? Atau arus budaya barat yang mengalir sangat deras sehingga menenggelamkan budaya nasional?

Bukan ketiganya.
Saya hanya sedih. Wayang, Lenong, Rasa Sayange, Tari Bali, Tari Saman, Batik, dan segala kekayaan budaya Indonesia selalu diucapkan dari mulut ke mulut, tetapi jarang sekali ada yang bilang, "Mari kita lestarikan Bahasa Indonesia!"

Ya, sangat jarang. Dan saya bertanya-tanya, mengapa? Apakah Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang belum cukup terdistorsi untuk masuk ke dalam kategori 'harus dilestarikan'? Apakah Bahasa dan Sastra Indonesia bukanlah suatu bentuk jati diri bangsa yang harus tetap dipertahankan?

Sungguh menyedihkan, di tengah-tengah semangat bangsa untuk menyelamatkan budaya nusantara, ibu dari segala budaya bangsa malah dibiarkan terkulai lemah dan tak berdaya. Merujuk kepada apa yang sudah saya bahas di sini, biasnya Bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari sudah sangat terasa dan kini saya ingin mengangkat sedikit tentang karya sastra Indonesia yang kelihatannya semakin terlupakan.

Sastra Indonesia telah berkembang dari zaman ke zaman, dalam bentuk lisan mau pun tulisan. Banyak hal yang berubah, mulai dari struktur bahasa dan diksi yang semakin simpel dan elegan, sampai aturan-aturan penulisan yang semakin fleksibel. 

Bahasa dan Sastra Indonesia selalu menyesuaikan diri dengan 'pangsa pasar' tanpa meninggalkan nilai estetika yang dianutnya. Namun kini, saya merasa sudah terlalu besar energi yang dikerahkan untuk menguji elastisitas bahasa ibu saya ini sehingga ia tertarik ke segala arah dan kehilangan fleksibilitasnya. Mungkin suatu saat nanti, Bahasa Indonesia akan tampak seperti ikat rambut saya yang 'melar' karena tak henti-hentinya ditarik.

Saya rasa tak perlu kita membahas hikayat, gurindam, stanza, atau soneta karena mereka kini telah duduk nyaman dalam singgasananya di dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Bagaimana pandangan mereka terhadap karya sastra masa kini yang perlu kita perhatikan sekarang. 

Tak usah jauh-jauh mencari karya sastra sampai ke ujung Borneo, karena toko buku menyediakan banyak sekali karya sastra Indonesia dalam bentuk novel. Namun sayangnya, terlalu banyak novel saat ini yang kurang mendidik, dengan gaya bahasa yang terlalu 'slang' untuk sebuah karya sastra. Novel-novel ini seolah diterbitkan hanya untuk meraup keuntungan, bukan mengedepankan budaya dan edukasi seperti yang selama ini kita harapkan. Apakah tak akan ada suksesor-suksesor bagi Mira W? Apakah tak akan ada lagi karya-karya besar seperti kepunyaan Marga T?

Film-film Indonesia juga semakin kehilangan kualitasnya. Saya sebal melihat judul-judul film yang tak ada nilai estetikanya, bukan Bahasa Indonesia yang baku! Ditambah lagi, plot dan penokohan yang jauh dari memuaskan, konflik yang itu-itu saja, dan penjiplakan dari kanan, kiri, depan, dan belakang. Tidakkah semua itu merusak keindahan Sastra Indonesia?

Dan satu lagi yang membuat saya semakin sedih adalah keberadaan puisi sebagai sebuah karya sastra bangsa. Sekarang ini, siapa, sih, yang mau memasang telinga untuk mendengar orang membaca puisi? Bahkan, ketika ada seseorang yang berusaha menghayati puisi yang dibacakanny, memasang ekspresi yang sempurna dan intonasi yang 'wah', justru orang-orang akan berkata, "Ih, lebai.".

Sebagai seorang pencinta puisi, saya sedih. Sedih sekali. Sangat jarang ada orang yang menghargai puisi sebagaimana mestinya. Festival-festival yang diadakan di mancanegara untuk mempromosikan budaya Indonesia pun tidak melibatkan pembacaan puisi sebagai bagian dari performance-nya.

Mungkin memang benar, penonton lebih suka melihat group band terkenal menyanyikan lagu-lagu hits yang teranyar daripada seorang tak dikenal membacakan puisi. Namun, bisakah sedikit saja kita beri kesempatan kepada puisi untuk unjuk gigi? Bukankah lirik-lirik lagu yang didendangkan Peterpan, Nidji, dan Ungu adalah untaian-untaian kata dalam puisi? Lalu, kenapa tak ada usaha yang dikerahkan untuk meresapi kata kata indah itu?

Dan saya ingat sesi obrolan saya bersama seorang teman sesama pengagum puisi. Kami tumbuh di sekolah dasar yang sama, dan di dalam hati kami ditanamkan kecintaan yang sama terhadap puisi. Namun hingga kini, benih itu hanya mampu tumbuh menjadi bonsai yang tak dapat meninggi lagi. Cinta itu tak berkembang sempurna. Kami kekurangan wadah untuk berekspresi. Kami rindu debar-debar hati ketika akan membacakan judul dan pengarang puisi, kami rindu ketegangan ketika ekspresi demi ekspresi mulai merasuki diri kami, kami rindu belalak mata penonton ketika teriakan kami tiba-tiba membahana. Kami rindu saat-saat itu. Rindu sekali.

Ingin rasanya kembali lagi membaca Senja di Pelabuhan Kecil, Doa, Aku, Antara Kerawang Bekasi, Diponegoro, dan Gadis Kecil Berkaleng Kecil. Ingin rasanya kembali menyusuri tepian mimpi Chairil Anwar.

Dan kini, saya punya misi, membawa puisi ke dalam ICN 2010.
Hidup puisi!

DOA 

kepada pemeluk teguh 

Tuhanku 
Dalam termangu 
Aku masih menyebut namamu 

Biar susah sungguh 
mengingat Kau penuh seluruh 

cayaMu panas suci 
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi 

Tuhanku 

aku hilang bentuk 
remuk 

Tuhanku 

aku mengembara di negeri asing 

Tuhanku 
di pintuMu aku mengetuk 
aku tidak bisa berpaling 

13 November 1943

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Thursday, April 16, 2009

Tujuh Dua Puluh Empat


Tujuh dua puluh empat
Mata hatinya senantiasa terjaga

Tujuh dua puluh empat
Tanpa sedikit pun gurat lelah di wajah

Tujuh dua puluh empat
Berpuluh keliling terhadap sang surya

Tujuh dua puluh empat
Dengan senyum dan tanpa keluh kesah

Tujuh dua puluh empat
Ia bersinar
Layaknya mentari musim panas di artika

When I'm with you
Everyday is a summer solstice

"Mama, Fen sayang mama"

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Monday, April 13, 2009

These words are just stuck here

I am always running all this long and now I think of resting. Is it okay if I rest myself on your chest?
Do I dare to lean my head there? Or should I just turn back and continue to run away?
I am exhausted, but I am afraid to wake up and find myself back to loneliness.

Berlari aku, menjauh dan menjauh
Berlari aku, menjauh dari hatiku


There are lots of possibilities, but the only thing I know is that I will never fall for you and you will never fall for me.
I bring the fear with me everytime and now, I realize, only when I'm interacting with you, the fear disappears.
We'll be best friends forever.
Sure.


Life is not fair, but I am sure what comes in will balance to what goes out. Every effort I put in will count for what I will get at the end of this round. Sometimes I feel like crying, sometimes I think of surrendering, sometimes I tend to give up, but deep inside my heart, I want to be the last standing on the arena, beating my own self.

The real champion is not the one leading at the beginning, but the one who is smiling at the end.


I tried so hard to see things on your spectacles, I attempted so badly to walk on your shoes, I struggled like mad to love you for the way you are. But, you never put any effort to think like I did, and when you felt enough with me, you just flew away.
You took away my wings.

Please, give me back my wings, so that I can continue flying.
Please, give me back my wings, so that I can sing in the sky.

See me fly
I'm proud to fly up high


Lost. I have lost inside this labyrinth. I even don't know who you are now. At one second, you are a very cute and nice to me, at another second, you have more that enough reasons to burst my anger. You keep doing things I hate, and you know exactly I don't like them. I feel like we have been torn apart so far away. 
Where's your promise? I've told you before, promise me nothing.

Janji memang dibuat untuk dilanggar, kan?


I have opened for you another chance. Please, keep it pure. We are friends.
I really don't tend to mislead you.

Teman adalah untuk selamanya.


H-2
Masih saja saya di sini, blogging dan blogging.
Mohon maaf untuk postingan tak bermutu beberapa hari ini. Saya sedang diserang sindrom menjelang exam: mood jungkir balik, panik bukan main, pikiran tak jelas mengarah ke mana, ingin menulis tapi tak tahu harus menulis apa.

Akhirnya, yang tertuang di lembar ini hanyalah kata-kata yang berputar di pikiran saya beberapa hari ini tapi tak mampu menemukan jalan keluar.
Kata-kata itu terjebak sempurna di dalam rongga kepala saya hingga saya membukakan sebuah lorong sempit buat mereka.


U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Saturday, April 11, 2009

Cry for you

Just several hours ago, I felt extremely happy, and now, I just feel the reverse, totally reverse.
I feel like crying. No, no, not because I envy my friend or whatever. I am happy for them. I am totally gloomy now just for another reason. 

My favourite pencil dropped on to the ground few minutes ago and it broke!
OMG, is it a bad sign for my exams? Since the pencil has accompanied me for almost three years. I bought it when I was in the high school. It fought with me against NTU Entrance Examination, Ujian Nasional, and of course, my quizzes and exams here. And now, just 4 days before my first exam, he (okay, I don't like using 'it') left me.

If I didn't rearrange my laptop to another position, I wouldn't have had to cry for my pencil. This is my fault.
Hix.

No, this is not totally my fault.
This can happen because of my table light! If it didn't spoil, I wouldn't have had to shift my laptop here and there to get a clearer lighting. I decided to shift my laptop so that I could read clearer, but accidentally, my pencil dropped! Oh my!

Stupid!

Rest in peace, Dear.
Thanks for accompanying me for this long journey.

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Congratz!!!

Hey, I'm super happy despite my exams are coming much nearer and my table light has spoiled. One of my besties has been attached!

Last night she messaged me and I just suddenly so euphoric. I have met her boyfriend (yeah, now I can already use the word 'boyfriend') about 2 times and I saw him as a good guy. Although I don't know how accurate my evaluation was, I'm sure my best friend doesn't choose a wrong person to be loved.^^.

Congratulation to both of you!
Hope you two will let the love grow until the end of the time. It will grow bigger and bigger and cover the entire life of yours.

2 out of 9 now. 7 more to go.
Maybe you are wondering, are we that ugly so that only 2 can get boyfriend? Lol.
No, no, no, none of us is ugly. We are just selective. Haha. *So cocky, huh?

Okay, forget the previous line, get back to the topic.


LOVELOVELOVELOVE
10th April 2009
V&Y
LOVELOVELOVELOVE

Wait for another good news from other lovely besties.

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Friday, April 10, 2009

Dia Bukan Rama

Temaram jalan itu, Shinta sendiri
Dengung laron di bawah lampu-lampu
Shinta sendiri, bersandar pada dinding-dinding tinggi
Shinta sendiri

Derap kaki
Iringi dengung-dengung laron
Shinta awas
Derap langkah kaki makin mendekat
Menuju Shinta yang tak lagi bersandar pada dinding tinggi

Seorang tuan tak bernama
Hampiri Shinta
Dan katakan padanya

"Tak peduli seribu bintang di langit
Kau tetap akan memetik satu
Kau hanya akan memilih Rama-mu
Tapi ia tak kan lagi ada untukmu"

Shinta sendiri
Rama-nya tinggalkan ia sendiri
Bersama dengung laron di bawah lampu jalan
Shinta tinggal sendiri

"Aku tak mampu menjadi Rama
Tak kumiliki apa yang ia punya
Tapi bolehkah, Shinta
Bolehkah kuketuk pintu hatimu sekali saja?"

Dengung laron di bawah sinar lampu
Sisanya
Sunyi

U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments

Tuesday, April 07, 2009

Inside

#Above the sky#



Everything was just going on very well until I spreaded the seeds of expectation inside my heart. Then I grew so fast, made my heart swell bigger and bigger. So fool I am, I kept expecting and expecting, opening the imaginary door of my high expectation . I had counted the chicken before all the eggs hatched.

And when the eggs lastly hatched, I realized, I had counted wrongly. Nothing was wrong with the chicken, nothing was wrong with the eggs. The only thing that was really wrong is me myself. I am too arrogant, too proud with my own thought. I was playing too much with my own imagination.

Now, I am just here, have a brain scattered with some random regrets. I can't do anything except evolving my point of view.
Don't count the chicken before they hatch.
There's always another layer of sky above the sky.




#Dilemma#

And I am the one who ruins my idealism. I have tried so hard to keep on my track and I just failed. I have attempted so badly to be always on a right 'path', but I just aborted it by myself.

I am so sorry that I had to become such a coward. I just couldn't let myself being victimized. I could no longer resist the burden of future miserable days. And, yeah, I let myself being driven by the flood. I did the same things like they, whom at first I thought very pity, did.

I feel like I have deceived myself and I wonder whether I actually deserve the thing I will get later. I feel like so short and poor.

And the question is, "Is the desire to get a better days a fault?"

Oh My! My heart just can't let myself feel happy.





#Evolution#


Time changes, day and night change, people change, and so do I. Since I was too small to stand on my own feet until now, when I am mature enough to carry much more burdens, I have changed and I feel it.

Don't say about such a long time matter, even for this one year, I have changed. I tried to reflect, these days, what kind of changes did I accomplish? I remember, last year, I was still so emotional. I kept shouting, complaining, grumbling, and did such a childish acts without thinking about others. I don't know how many people I have actually hurt, but one thing I know, I realized that I was wrong and I apologize, really apologize. And now, I can feel that the world is much more beautiful with less fury I have.

And now, again, I realize, there are still many many things I have to change. I'm still so far away from the level of 'good'. I'm still a muddy stone, and I need to evolve to be a diamond. It will take time, of course, but I'm sure what I pay is really comparable to what I get in the end.

I'm a diamond, you're a diamond, everyone is a diamond.



#A new breath#

Align Right
A new feeling has started to bloom inside this small cavity that I call heart. I caught a new breath, a new hope. I found a new sincerity, I felt a new warm heart , I saw a new pair of hands. But, should I be trapped inside the labirynth once more? Am I foolish enough to get myself hurt one more time?

I'm delighted, but I'm afraid of falling. I can't stop thinking about it, but I can't accept it as real. I feel tender, but I feel scared of melting. I don't want to fall (in love) again.

Philophobia, that what's I am.




U're the best I've ever had
~FeN~
Read Comments